Lombok Timur, NTB – Pembangunan yang ideal akan terwujud jik ada masyarakat yang aktif dan pemerintah yang resposif. Program yang dilahirkan pemerintah tidak akan berjalan maksimal tanpa dibarengi dengan sosialisasi dan pengetahuan masyarakat. Untuk memaksimalkan distribusi informasi dari pemerintah serta meningkatkan pastispasi masyarakat, Lombok Research Center sebagai mitra Program INKLUSI dan Yayasan BaKTI menginisiasi Pertemuan Penguatan Kelompok Konstituen untuk Penerimaan Pengaduan, Penyediaan Layanan Komunitas, Advokasi Kebijakan dan Partisipasi Politik Tingkat Desa di Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini dilaksanakan di Oasi Caffe, Selasa, 4 Juni 2024 yang dihadiri oleh anggota kelompok konstituen Kecamatan Masbagik dan Kecamatan Aikmel.
LRC juga menghadirkan dua narasumber yakni Yuliani, S.ST selaku Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Lombok Timur yang berbicara tentang mekanisme pancegahan dan pelaporan kasus kekerasan. Kemudian, Arfany Muammar Masany, selaku Sekretaris Dinas Kependudukan dan Pecatatan Sipil Lombok Timur yang berbicara mengenai layanan inovasi administrasi kependudukan untuk masyarakat rentan dan marginal. Hadir juga dalam kegiatan Direktur LRC Suherman dan Tim INKLUSI-LRC.
Dibuka oleh Direktur LRC Suherman, yang menyampaikan salah satu tantangan pemerintah kabupaten Lombok Timur dalam pembangunan adalah masalah sosial dari kasus kekerasan dan kasus perlindungan sosial. Khususnya dalam pencegahan kasus perkawinan anak yang menjadi target pembangunan nasional. Sehingga, dibutuhkan komitmen kelompok masyarakat untuk terus memberikan informasi dan penyadaran ditengah masyarakat.
Begitu juga dalam mengakses perlindungan sosial, syarat mutlak untuk mendapatkannya harus memiliki kelengkapan administrasi kependudukan. Masalahnya, informasi yang tidak merata di desa-desa membuat masyarakat kesulitan untuk mendapatkan pelayanan adminduk khususnya untuk kelompok masyarakat rentan, lansia dan disabilitas.
“Kegiatan hari ini akan fokus untuk membahas bagaimana mekanisme pelayanan untuk korban kekerasan dan layanan inovasi di Dinas Dukcapil. Dan ini akan menjadi modal bagi teman-teman kelompok konstituen saat melakukan pendampingan di lapangan”, kata Suherman dalam sambutannya.
Beralih ke sesi materi tentang mekanisme pelayanan bagi korban kasus kekerasan, Yuliani, S.ST menyampaikan bahwa partisipasi masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan di Lombok Timur masih kurang. Ada beberapa faktor yang menyebabkannya, tidak tahu bahwa yag dialaminya adalah kasus kekerasan, menganggap kasus kekerasan sebagai aib dan tidak tahu bagaimana mekanisme pelaporannya.
Kata Ibu Yuliani, kasus yang mendominasi masih seputar kasus KDRT dan kekerasan seksual, sementara masih belum banyak yang melaporkan kasus kekerasan akibat perkawinan anak. Padahal NTB kini menjadi provinsi dengan kasus perkawinan anak tertinggi secara nasional. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS di tahun 2022, angka perkawinan anak NTB mencapai 16,23 persen atau sebesar 1.127 kasus.
“Sekarang NTB kasus perkawinan anak tertinggi secara nasional, tapi kalau merujuk pada tren kasus perkawinan anak di Lombok Timur yang terlapor di kami hanya 69 kasus selama tahun 2023. Artinya, kesadaran masyarakat untuk mencegah perkawinan anak masih rendah”, kata Yuliani.
Beralih ke materi selanjutnya tentang layanan inovasi administrasi kependudukan yang disampaikan oleh Arfany Masany. Kondisi Lombok Timur secara demografis dengan penduduk yang banyak dan dan persebaran penduduk yang tinggi mengharuskan ada inovasi layanan agar kelompok rentan dan marginal yang belum terhubung dengan layanan dapat dijangkau oleh program pemerintah.
Dinas Dukcapil Lombok Timur telah melahirkan sejumah program inovasi seperti layanan jemput bola melalui layanan adminduk keliling, program Tuak Manis untuk menyasar kelompok masyarakat rentan dan yang terbaru layanan Pepadu Sakti yang bekerjasama dengan RS. Soedjono Selong agar layanan adminduk lebih terpusat dan dapat menjaring lebih banyak masyarakat yang belum terdaftar dalam adminsitrasi kependudukan.
“Kehadiran bapak dan ibu di sini untuk membantu kami menyampaikan informasi tentang program-program tersebut kepada masyarakat, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang tidak memiliki dokumen kependudukan”, kata Arfany.
Terakhir, anggota kelompok konstituen juga diberikan pelatihan tentang mekanisme pengisian data atau pelaporan kasus menggunakan aplikasi KoboCollect, yang bertujuan untuk memudahkan pelaporan kasus dan data yang diinput langsung terkoneksi dengan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA). Setelah kegiatan ini diharapkan kinerja kelompok konstituen sebagai mitra pemerintah dan masyarakat semakin meningkat sehingga kasus kekerasan dan perlindungan sosial di dalam masyarakat dapat lebih cepat terhubung dengan layanan pemerintah.