Lombok Timur, 10/12/2024 – Sejak dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif, semua sekolah harus menerima semua peserta didik termasuk disabilitas. Di samping itu, sekolah harus menyediakan fasilitas tambahan untuk siswa disabilitas, seperti guru pendamping, akomodasi yang layak (AYL), sarana dan prasarana yang sesuai kebutuhan.
Semua sekolah tentu memiliki semangat tinggi untuk menerapkan pendidikan inklusif, sayangnya terdapat hambatan di beberapa daerah seperti kurangnya Guru Pembimbing Khusus (GPK). Misalnya, di Lombok Timur sendiri jumlah GPK yang sudah mendapatkan pelatihan baru 44 guru di tahun 2024.
Tentu saja jumlah ini belum memenuhi kebutuhan jika dibandingkan dengan jumlah sekolah dan peserta didik. Hingga 2024, tercatat 778 Sekolah Dasar, 1200 PAUD, 285 SMP di Kabupaten Lombok Timur. Sementara itu, dari survey melalui Aplikasi Kobotoolbox yang diisi oleh 41 sekolah di Lombok Timur, terdata sebanyak 1.500 jumlah peserta didik dengan hambatan fungsional belajar yang perlu pendampingan khusus.
Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI), Program INKLUSI-Yayasan BaKTI dan Lombok Research Center (LRC) serta Dimensi NTB melaksanakan Talk Show Peringatan Hari Disabilitas Internasional dengan tema Kesiapan Daerah untuk Pendidikan Inklusif di Kabupaten Lombok Timur.
LRC mengundang narasumber dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur, sekaligus mewakili Kepala Dinas Dikbud Lotim, I Putu Surya Wilyadhi (Fungsional PTP Dikbud Lotim), H. Muhammad (Kepala Sekolah SDN 3 Pengkelak Mas), Rahmi Kurniati (Pengawas Dikbud Lotim) dan Abdul Aziz (Ketua Yayasan Bijanta Education Center). Talkshow tersebut berlangsung di Classic Coffee, Sikur, Lombok Timur pada Senin, 9 Desember 2024.
Mengawali diskusi, I Putu Surya Wilyadhi menyampaikan bahwa Lombok Timur masih memiliki banyak pekerjaan rumah terkait impelementasi pendidikan inklusif. Menurutnya, harus ada aksi kolaboratif untuk membangun kesadaran dari akar rumput hingga stakeholder, sebab pendidikan inklusif bukan hanya sebuah keharusan tetapi kebutuhan yang mendesak.
“Pendidikan inklusif merupakan kebutuhan mendesak, ini harus direalisasikan dengan tercapainya target guru GPK yang banyak dan berkualitas, lebih banyak ruang kelas yang akasesibility bagi anak-anak disabilitas begitu juga dari sisi regulasi serta komitmen pemerintah”, kata I Putu Surya.
Di sisi lain, H. Muhammad selaku Kepala Sekolah SDN 3 Pengkelak Mas, Sakra Barat, Lombok Timur yang berpengalaman dalam mendampingi peserta didik berkebutuhan khusus menyampaikan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak bisa disamakan anak-anak regular dalam proses belajarnya maupun capaian belajarnya. Kata dia, dengan berhasilnya kita memberikan lingkungan belajar yang nyaman tanpa diskriminasi, menurutnya itu sebuah keberhasilan dan mencerminkan pendidikan inklusif.
“Kita tidak perlu targetkan mereka (ABK) harus bisa membaca, berhitung atau menulis atau disamakan dengan anak regular. Dengan mereka mau berinteraksi dengan teman sebaya, mereka nyaman berskolah dan berbaur di lingkungannya, itu kita sudah berhasil”, ungkap H. Muhammad.
Pengawas Dikbud Lotim, Ibu Rahmi Kurniati yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah SDN 2 Labuhan Haji, menceritakan pengalamannya melakukan kolaborasi dengan NGO untuk pendampingan siswanya yang berkebutuhan khusus. Hingga saat ini, di SDN 2 Labuhan Haji, terdapat 6 siswa memiliki hambatan fungsional dan dua di antaranya berhasil dibantu untuk mendapatkan pengajar khusus dari kolaborasi dengan NGO lokal. Ia melanjutkan, pada dasarnya Lombok Timur sudah memiliki modal besar untuk mewujudkan pendidikan inklusif, sekarang tinggal bagaimana pemerintah mengambil peran untuk memimpin sektor-sektor di bawahnya.
“Kalau kekurangan guru GPK kita bisa siasati dengan pengibasan, jadi guru yang terlatih bisa membagi ilmunya ke guru lain untuk peningkatan kapasitas, NGO yang bergerak di bidang disabilitas juga banyak di Lombok Timur, regulasinya kita juga sudah punya. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah, khususnya Dikbud untuk mengorkestrasi kita di tingkat bawah”, pungkas Rahmi siang itu.
Dari sisi praktisi, Abdul Azis selaku Ketua Yayasan Bijanta Education Center menyampaikan, selain faktor genetik, faktor kesehatan, asupan makanan dan pola asuh sangat menentukan perkembangan anak. Dalam praktik yang dilakukan, ia tidak hanya melakukan pendampingan terhadap ABK tetapi bagaimana memberikan penyadaran kepada orangtua dan masyarakat untuk menjaga kualitas hidup mereka agar anak-anak yang dilahirkan juga sehat dan berkualitas.
“Selain pemenuhan hak disabilitas, yang tak kalah penting dilakukan adalah penguatan SDM, pendidikan kesehatan dan pendidikan parenting bagi masyarakat. Karena sejauh apa edukasi yang kita lakukan hari ini akan menentukan bagaimana kualitas generasi kita di masa mendatag”, kata Azis.
Pendidikan inklusif memberikan kesempatan kepada semua peserta didik, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk mendapatkan akses belajar yang sama. Pendidikan inklusif berfungsi menciptakan suasana belajar yang adil dan merata agar peserta didik merasa dihargai dan diberdayakan. Bagi yang ingin menyaksikan Talk Show Peringatan Hari Disabilitas Internasional dengan tema Kesiapan Daerah untuk Pendidikan Inklusif di Kabupaten Lombok Timur secara lengkap, tayangan bisa diakses melalui channel Youtube Dimensi NTB.