Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak saat ini tidak hanya menjadi isu lokal namun nasional, oleh karena itu harus ada komitmen bersama baik pemerintah, lembaga masyarakat dan masyarakat secara umum dalam menghapus segala bentuk tindak kekerasan. Dari laporan DP3AKB Lombok Timur, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Lombok Timur masih yang tertinggi dibanding kabupaten lainnya di NTB. Selama tiga tahun terakhir tercatat kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Lombok Timur sebanyak 212 kasus (2021), 227 kasus (2022) dan 203 kasus (2023).
Lombok Research Center sebagai salah satu lembaga masyarakat yang konsen dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak terus mengupayakan sosialisasi di tingkat desa sebagai ruang diskusi bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait permasalahan maupun kasus kekerasan yang terjadi.
Dalam rangka mencegah kekerasan di tingkat lokal dan desa, Program INKLUSI bersama Yayasan BaKTI dan Lombok Research Center mengadakan “Pertemuan Peguatan Kelompok Konstituen Untuk Penerimaan Pengaduan, Penyediaan Layanan Komunitas, Advokasi Kebijakan dan Partisipasi Politik Tingkat Desa di Kabupaten Lombok Timur”.
Sosialisasi serupa akan dilakukan di 15 desa dampingan LRC yang akan dilaksanakan dari bulan Februari hingga Maret 2024. Pada Selasa, 5 Maret 2024 sosialisasi terlaksana di Desa Kembang Kerang, Kecamatan Aikmel, Lombok Timur yang dihadiri oleh kepala desa, staf desa, BPD, kawil, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, pemuda dan seterusnya.
Setelah kegiatan ini diharapkan ada peningkatan kapasitas dan pengatahuan dari anggota KK dalam pendampingan kasus dan pelayanan sosial. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Direktur LRC, Suherman dalam sambutannya bahwa KK merupakan ujung tombak dari program sekaligus menjadi jembatan antara masyarakat dengan pemerintah. Karena itulah, LRC saat ini akan fokus untuk memberikan pendampingan KK yang selama ini selalu terlibat dalam pembangunan desa. “Fokus kami adalah memberikan pendampingan dan penguatan bagi KK agar dapat berperan lebih besar untuk menciptakan pembangunan yang ideal”, kata Suherman.
Kepala Desa Kembang Kerang yang diwakili oleh Sekretaris Desa, Pathurrahman yang hadir dalam kegiatan ini juga menyampaikan bahwa pemerintah desa akan mendorong langkah dan upaya positif masyarakat, terlebih yang berkaitan dengan pengapusan kekerasan dan perlindungan sosial. Pemerintah desa juga berharap agar sosialisasi seperti ini ada keberlanjutan dan dapat diimplementasikan dalam masyarakat. “Kegiatan hari ini tidak boleh berhenti di sini saja dan harus ada keberlanjutannya. Dan harapannya, apa yang kita dapatkan dari pertemuan ini bisa langsung kita praktikkan di dalam masyarakat”, kata Pathurrahman.
Kepala Dinas P3AKB H. Ahmat yang berkesempatan sebagai narasumber dalam acara tersebut mengatakan dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak harus menjadi perhatian dan komitmen bersama. Terkait hal tersebut, telah disahkan Undang-Undang No.12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual yang cukup menjadi dasar regulasi di daerah.
Menurutnya, masyarakat harus sering melakukan rapat koordinasi seperti ini dalam mencegah kekerasan. Pemerintah desa juga diharapkan bisa menganggarkan anggaran desa untuk koordinasi dan sosiaisasi untuk pencegahan kekerasan. Hal ini sebagai tindak lanjut dari regulasi yang sudah ada, misalnya terkait perdes pencegahan pernikahan anak yang sudah disahkan di 254 desa di Kabupaten Lombok Timur. Perlu dilakukan penyuluhan tentang keberadaan perdes tentang tindak kekerasan perempuan dan anak, sehingga dari diskusi itu nanti akan muncul permasalahan ataupun solusi dari masing-masing desa. “Harapannya bukan hanya LRC yang megadakan pertemuan seperti ini. Desa diharapkan juga bisa menganggarkan anggarannya untuk melakukan penyuluhan serupa, supaya komunikasi itu bisa terjalin antara pemerintah dan masyarakat”, ungkap H. Ahmat.
Kepala Dinas P3AKB juga berpesan agar sosialisasi juga harus dimasifkan hingga ke dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya melalui pertemuan formal seperti ini namun memasukkan materi pencegahan kekerasan tersebut melalui aktivitas masyarakat, misalnya melalui khutbah jumat, pengajian, pengumuman di masjid-masjid dengan menggerakkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemuda untuk ikut menyampaikan bahwa di desa sudah ada regulasi tentang tindak kekerasan perempuan dan anak. Dengan begitu masyarakat akan memiliki pemahaman yang komprehensip untuk menekan angka kekerasan di desa-desa.
Dari Dinas Sosial, LRC mengundang Lalu Muhammad Isnaeni selaku Kepala Bidang Rehabilitasi Ssial atau dikenal dengan sapaan Mamiq Is. Mamiq Is menyampaikan pentingnya rehanilitasi sosial bagi korban kekerasan untuk memulihkan dan mengembalikan kehidupan korban seperti semula. Artinya, rehabilitasi sosial tidak hanya selesai setelah kasusnya berahir, namun tetap dilakukan berlanjut sehingga korban bisa kembali bersekolah, kembali bekerja dan beraktivitas seperti semula. “Intinya jika masyarakat melihat terjadi harus segera melapor agar kita bantu fasilitasi untuk intervensi dan rehabilitasi jika diperlukan. Di daerah ada dua unit pelayanan pengaduan masyarakat, yakni Dinas UPTD PPA dan di Polres ada Unit PPA”, kata Mamiq Is.
Bq. Diat*