Salah satu fokus dari Program INKLUSI yakni melakukan pencegahan kekerasan di Lombok Timur, karena kasus kekerasan di Lombok Timur masih menjadi perhatian semua pihak. Berbagai upaya akan terus dilakukan untuk pencegahan dan penghapusan kekerasan. Untuk itu, Program INKLUSI dan Lombok Research Center (LRC) melalui Kelompok Konstituen yang sengaja dibentuk sebagai tempat pengaduan kekerasan dan kasus perlindungan sosial.
LRC terus melakukan pendampingan untuk kelompok konstituen yang ada di 15 desa untuk meningkatkan kapasitas dan melakukan lanjutan program di tahun sebelumnya. Di awal tahun ini, LRC akan melaksanakan kegiatan Pertemuan Penguatan Kelompok Konstituen Untuk Penerimaan Pengaduan, Penyediaan Layanan Komunitas, Advokasi Kebijakan dan Partisipas Politik Tingkat Desa di Kabupaten Lombok Timur. Sabtu, 2 Maret 2024, kegiatan tersebut terlaksana di Desa Kertasari, Labuhan Haji, Lombok Timur yang dihadiri oleh pemerintah desa, BPD, Polmas, Bhabinkamtibmas, kawil, PKK, kader, tokoh masyarakat dan pemuda setempat.
Suherman selaku Direktur LRC dalam sambutannya, menyampaikan bahwa alasan pencegahan kekerasan menjadi salah satu fokus karena seiring perkembangan zaman, kekerasan juga berkembang dan memiliki banyak ragam. Kekerasan tidak hanya fisik, namun ada juga yang berhubungan teknologi ata biasa disebut sebagai cyber crime. Untuk itu, peran KK diharapkan bisa menangani kasus di dalam masyarakat, termasuk memberikan informasi kepada masyarakat apa yang harus dilakukan ketika melihat atau mengalami kekerasan.
“Kasus kekerasan di Lotim menjadi yang tertinggi selama dua tahun terakhir, di tahun 2023 saja, yang masuk di DP3AKB ada 41 kasus kekerasan terhadap anak dan 162 kasus kekerasan terhadap perempuan. Regulasi sebenarnya sudah banyak yang mengatur tentang kekerasan, namun butuh lebih banyak kolaborasi multipihak agar aturan bisa berjalan dengan baik. Dan salah satunya adalah melalui penerapan fungsI KK”, kata Suherman dalam pidatonya.
Kepala Desa Kertasari, Suhaidi dalam sambutannya menyampaikan bahwa untuk saat ini memang belum ada kasus atau laporan yang masuk ke desa terkait hal tersebut. Namun, bukan berarti bahwa kasus kekerasan tidak pernah terjadi di sekitar kita, sebab bisa jadi masyarakat yang tidak memiliki keberanian atau belum memiliki kesadaran untuk melaporkan kasus kekerasan. Oleh karena itu, KK memiliki peran yag sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mencegah dan melaporkan kasus kekerasan yang diketahui atau dialami.
“Sampai saat ini memang belum ada laporan atau kasus yang masuk ke desa, tetapi ini tidak menjamin bahwa tidak ada kasus kekerasan sama sekali. Tidak adanya laporan bisa saja mengindikasikan bahwa masyarakat belum memiliki kesadaran yang penuh untuk mencegah kekerasan”, kata Suhaidi.
Senada dengan yang disampaikan oleh Kepala Desa Kertasari, Lalu Muhammad Isnaeni dari Dinas Sosial yang bertugas sebagai narasumber dalam kegiatan juga menyampaikan bahwa masyarakat masih belum memiliki pemahaman yang komprehensip terkait dengan bentuk kekerasan. Selama ini masyarakat hanya menganggap bahwa kekerasan hanya berbentuk fisik dan seksual, padahal bullying/perundungan, penelantaran anak, eksploitasi, bahkan kebijakan yang dapat merugikan masyarakat juga termasuk ke dalam kekerasan.
Oleh sebab itu, di dalam Dinas Sosial terdapat lima kluster yang yang dilayani yang termasuk ke dalam kelompok masyarakat rentan, yakni anak yang menjadi korban, lansia, tuna sosial, korban perdagangan orang dan disabilitas. Masih kata Mamiq Is, berbicara tentang kasus kekerasan yang terjadi di Labuhan Haji, di tahun 2022 dan 2023 ada sejumlah kasus kekerasan yang sudah direhabilitasi oleh Dinas Sosial. Misalnya, kasus kekerasan seksual di tahun 2022, penyebaran video seksual di tahun 2022, dan di terakhir kasus penemuan bayi di akhir 2023 lalu.
“Kita butuh masyarakat untuk melaporkan kasus-kasus kekerasan, penelantaran dan seterusnya, karena kalau masyarakat tidak melapor, bagaimana kita akan melakukan intervensi”, kata Mamiq Is.
Di DP3AKB sendiri kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi trend kasus tertinggi bahkan dalam lima tahun terakhir, terlebih saat covid di tahun 2019 kasusnya meningkat karena banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan yang berimbas munculnya masalah ekonomi keluarga. Dari catatan DP3AKB, terdapat sejumlah kecamatan dengan kasus kekerasan paling tinggi per tahun 2023. Pertama, Kecamatan Masbagik sebanyak 23 kasus, Sakra Timur 21 kasus, Suralaga 16 kasus, Selong 16 kasus, Jerowaru sebanyak 11 kasus, kemudian disusul oleh kecamatan lainnya.
“Kasus yang banyak di sebuah daerah baik desa maupun kecamatan bukanlah sebuah aib dan hal yang memalukan, justru ini menunjukkan bahwa ada kesadaran masyarakat di lingkungan tersebut untuk melaporkan kasus kekerasan yang terjadi dan pastinya ada upaya untuk mencegahnya. kata H. Ahmat, Kepala Dinas P3AKB saat menyampaikan materi.
Bq. Diat*