LRC GELAR PERTEMUAN MENTORING DAN TA PEMDA DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG INKLUSIF

Lombok Timur, 26/9/2024 – Melalui Program INKLUSI, Yayasan BaKTI dan Lombok Research Center (LRC) menggelar Mentoring dan TA Pemerintah Daerah dalam Perencanaan dan Penganggaran yang Inklusif di Lombok Timur pada Rabu, 25 September 2024 di Aula Rasbani, Selong, Lombok Timur. Pertemuan ini mengundang dua narasumber dari BPPEDA dan Dinas PMD Lombok Timur serta peserta dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas P3AKB, pemerintah desa dan BPD di 15 desa binaan LRC dan media.
Pertemuan ini bertujuan untuk menguatkan komitmen pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam proses perencanaan dan penganggaran yang inklusif dan melibatkan partisipasi semua elemen masyarakat. Disebutkan oleh Direktur LRC, Suherman, pemerintah daerah pada 23 Desember 2023 berhasil mengeluarkan Perda NO.5 Tahun 2023 Tentang Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan hak Disabilitas, Perempuan dan Anak di Kabupaten Lombok Timur (Perda Inklusif).  Sehingga, ini akan menjadi acuan dalam merumuskan pembangunan yang akan dilaksanakan baik di daerah dan maupun di desa.
“Di dalam Perda itu sudah banyak diatur bagaimana penyelenggaraan pembangunan yang inklusif, sehingga ini bisa kita jadikan sebagai pedoman untuk menyelenggarakan pembangunan di desa”, kata Suherman.
Dr. Maharani selaku fasilitator kegiatan mengingatkan bahwa saat ini Pemerintah Lombok Timur sudah menetapkan RPJPD Tahun 2025-2045 dan dan Tahun RPJMD 2025 2029. Pertemuan ini dianggap penting karena ketika kita melaksanakan pembangunan baik di OPD atau tingkat desa harus selaras dengan rencana penganggaran tersebut. Ia menyebutkan, di tahun 2025, anggaran belanja Lotim sebesar 3,276 triliun, menurun dari tahun 2024 sebesar 3,320 triliun. Dari jumlah anggaran tersebut dengan rincian, pajak 105 milyar, retribusi 55,6 milyar, hasil pengelolaan kekayaan 19,4 milyar, lain-lain dari PAD yang sah 277 milyar dan transfer pusat sebesar 2,8 triliun.
“Dari data tersebut bisa kita lihat Lotim ini masih sangat bergentung pada transfer dari pusat, jadi bagaimana kita memaksmalkan anggaran yang terbatas ini menjadi lebih inklusif. Fokus anggaran kita saat ini habis di Dikbud sebesar 1,2 triliun. Ini pentingnya, bagaimana kita memaksimalkan pembangunan yang inklusif dan tepat sasaran pada sektor lain”, ucap Dr. Maharani.
Sementara itu, M. Khairul Fathi, S.Kep., selaku Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia BAPPEDA Lombok Timur,  menyampaikan salah satu misi pemerintah ialah mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan dan merata. Terkait dengan hal ini pemerintah sudah mengarahkan agar akses kerja bagi penyandang disabilitas semakin dibuka. Pemerintah diwajibkan secara Undang-undang untuk memberikan ruang kerja bagi disabilitas sebesar 2 persen di bawah pemerintahan dan swasta sebesar 1 persen. Sayangnya, hingga saat ini Pemerintah Lombok Timur beum memiliki data valid tentag jumlah disabilitas dan pekerjaannya.

“Kita punya data 2.500 jumlah disabilitas di Dinas Sosial, sementara Data Susenas, terdapat 7.000 lebih disabilitas di Lombok Tmur, cuma data yang kita punya belum valid, tidak by name by address. Jadi, kita harapkan ke depan desa melakukan pendataan jumlah dan pekerjaan disabilitas, kemudian dimasukkan sebagai data demografi desa. Data ini dilaporkan juga ke dinas PMD dan BAPPEDA agar data tersebut bisa menjadi acuan kami dalam membuat program”, kata Khairul Fathi melanjutkan.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas PMD Lombok Timur, Drs. Salmun Rahman, MM., menginformasikan untuk tahun 2024 dari angaran Dana Desa sebesar 281 milyar, yang dianggarkan untuk hal yang bersifat inklusif hanya sebesar 0,4 persen. Hanya ada 97 desa yang melakukan pengganggran inklusif, ini artinya kurang dari setengah desa di Lombok Timur yang jumlahnya 239 desa. Ia juga menyinggung masih terdapat sejumlah desa di Lombok Timur yang belum melibatkan kelompok rentan di dalam pembangunan, baik dalam proses perencanaan dan penganggaran di desa.
“Ternyata masih perlu kita tingkatkan perhatian kita kepada kelompok rentan, perempuan, anak, lansia, disabilitas dan kelompok masyarakat miskin. Pembangunan di desa harus berpihak pada kelompok tersebut karena tujuan pembangunan kita untuk meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan menaggulangi kemiskinan”, kata Rahman.
Pembangunan inklusif sejatinya bukan hanya diartikan sebagai hasil dari sebuah kebijakan. Namun semua proses dalam pembangunan itu harus melibatkan semua kelompok masyarakat khususnya kelompok rentan. Sehingga, baik dalam proses, pelaksanaan dan evaluasi harus melibatkan dan memuat aspirasi masyarakat rentan. Hal ini bertujuan agar kebijakan yang dihasilkan merata dan berkeadilan untuk semua orang.