Lombok Timur, 03/07/2025 – Sebagai upaya peningkatan pencegahan dan pendampingan kasus kekerasan di desa, Lombok Research Center (LRC) memberikan peningkatan kapasitas bagi kelompok konstituen (KK) di sejumlah desa binaan dalam Pelatihan Penguatan Jejaring UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Derah Perlindungan Perempuan dan Anak) dalam Pelaporan dan Pendampingan Korban Kekerasan. LRC menghadirkan langsung Kepala UPTD PPA Kabupaten Lombok Timur, Hj. Yuliani, SST, M.Kes sebagai narasumber pada Rabu, 02 Juli 2025 di Aula Lesehan Elen, Selong, Lombok Timur.
Direktur Lombok Research Center, Suherman menyampaikan tujuan kegiatan ini sebenarnya untuk menyasar kelompok konstituen melakukan pergantian pengurus, sehingga terdapat anggota baru yang membutuhkan pelatihan dalam pelaporan dan pendampingan kasus kekerasan. Ia juga menyampaikan pentingnya komunitas di desa berjejaring dengan lembaga lainnya sehingga pencegahan kasus kekerasan di desa dapat dilakukan secara tuntas dan optimal.
“Kolaborasi multipihak sangat penting dalam upaya pencegahan kekerasan dan pendampingan korban. Pemda Lotim memiliki kebijakan terkait hal tersebut dan leading sektornya ada di UPTD PPA,” ujar Suherman.
Pelatihan yang digelar oleh LRC merupakan tindak lanjut dari pelatihan yang dilakukan di tahun-tahun sebelumnya. Para peserta diajak untuk memahami materi penting yang akan menjadi bekal dalam melakukan pendampingan kasus kekerasan dengan perspektif kesetaraan gender, disabilitas dan inklusi sosial.
Kepala UPTD PPA Kabupaten Lombok Timur, Hj. Yuliani, SST, M. Kes juga menyampaikan bahwa di masyarakat kita masih terdapat kasus kekerasan berbasis gender. Kasus kekerasan berbasis gender diakibatkan berbagai faktor, seperti ketidaksetaraan gender, norma sosial yang patriarkis, kurangnya pemahaman tentang hak-hak perempuan dan masih minimnya keikutsertaan perempuan dalam melahirkan kebijakan yang berkaitan dengan hal tersebut.
“Kami berharap dari pelatihan ini dapat melahirkan lebih banyak agen perubahan yang memiliki sensitivitas dan keterampilan dalam mendampingi korban kekerasan dengan cara yang tepat dan memiliki perspektif gender dan inklusi sosial,” ungkap Yuliani.
Yuliani menuturkan, angka kekerasan kita tertinggi di NTB, kasus anak 162 pada tahun 2023 menjadi 189 kasus tahun 2024. Kasus kekerasan terhadap perempuan juga mengalami peningkatan. Tahun 2023 tercatat 41 kasus dan tahun 2024 menjadi 83 kasus.
Ia juga menyoroti tingginya kasus kekerasan di Lombok Timur akan tetapi belum terdapat dukungan dari pemerintah daerah untuk menyediakan fasilitas perlidungan bagi korban kekerasan dalam bentuk rumah aman. Keberadaan rumah aman di Lombok Timur akan menunjukkan komitmen dan keseriusan pemerintah daerah dalam upaya pencegahan kasus kekerasan.
“Ini juga yang sedang kita usahakan bersama LRC terkait advokasi ke pemerintah daerah agar kita segera memiliki rumah aman di Lombok Timur,” ujar Yuli.
Persepsi masyarakat yang masih menganggap bahwa kasus kekerasan sebagai aib juga masih menjadi tantangan komunitas di desa untuk melakukan pelaporan dan pendampingan korban kekerasan. Hal ini dituturkan oleh Saifullah selaku anggota kelompok konstituen Desa Lendang Nangka Utara. Menurutnya, kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan masih kurang, sehingga perlu sosialisasi hingga ke tataran bawah, terlebih kasus kekerasan lebih potensial terjadi pada kelompok rentan.
“Kita punya banyak sekali regulasi terkait pencegahan kekerasan termasuk perlindungan perempuan dan anak. Sayangnya, regulasi ini hanya diketahui di tataran atas saja. Makanya ketika terjadi kekerasan di desa, jarang ada yang melapor, karena mereka tidak mengetahui proses pelaporannya seperti apa”, ungkap Saifullah.
Begitu juga dengan Fandi Oktariza, anggota kelompok konstituen Desa Aikmel Utara menyampaikan bahwa desa-desa di Lombok Timur kini sudah memiliki sejumlah Perdes, contohnya Perdes Pencegahan Perkawinan Anak. Tetapi, tidak semua masyarakat mendapatkan transfer informasi akan regulasi tersebut. Menurutnya, harusnya, ini menjadi perhatian pemerintah dan semua elemen masyarakat baik di tingkat daerah hingga desa, untuk memaksimalkan regulasi yang ada.
“Semua desa sudah memiliki Perdes terkait Pencegahan Perkawinan Anak, seharusnya ini dimaksimalkan dari sisi sosialisasinya, pelibatan masyarakat, dan komitmen kita semua dalam implementasinya” kata Fandi.
Dalam pelatihan tersebut, seluruh peserta juga dilatih melakukan pendampingan kasus kekerasan dengan mengerjakan contoh kasus. Semua peserta antusias karena dapat melakukan praktik langsung proses pendampingan kekerasan melalui permainan peran.
Sejumlah Kelompok Konstituen Binaan LRC Ikuti Pelatihan Manajemen dan Pendampingan Kasus Kekerasan
