Lagi, LRC Dampingi Proses Pemisahan Perkawinan Anak di Lombok Timur

Adanya kultur sosial merarik dengan “Memaling” (Kawin lari) dalam masyarakat Sasak menjadi salah satu penyebab tingginya angka perkawinan anak di NTB. Padahal jika merarik dikembalikan pada kajian budaya, merarik hanyalah sebatas cara bukan berarti kawin lari tanpa persetujuan.
Pernikahan adalah kesepakatan keluarga dan itu sudah menjadi pengetahuan umum baik dalam perspektif budaya maupun agama. Selain faktor budaya, deretan faktor lainnya juga memengaruhi tingginya angka pernikahan di NTB, yakni kehamilan yang tidak diinginkan, putus sekolah, kemiskisnan dan tidak bijak dalam menggunakan media sosial.
Dari keterangan Kepala UPTD PPA, Yuliani menyampaikan hingga akhir tahun 2023 kasus pekawinan anak yang masuk ke laporan DP3AKB Lombok Timur sebanyak 57 kasus. Mengejutkannya, di Dinas Kesehatan tercatat jumlah ibu hamil di bawah 18 tahun sebayak 800 orang lebih. Artinya ada banyak sekali kasus perkawinan anak yang tidak terlaporkan.
“Ini mengindikasikan bahwa banyak pernikahan anak yang tidak terlapor dengan jumlah yang jauh lebih fantastis, ini ibarat fenomena gunung es yang kita lihat hanya permukaannya saja”, kata Yuliani dalam kegiatan Talk Show Peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan pada 2 Desember 2023 lalu.
Pagi ini 26 Desmber 2024, Lombok Research Center (LRC) mendapatkan laporan dari salah satu Kepala Wilayah (Kawil) di Lendang Nangka Utara (Desa Dampingan LRC) bahwa ada kasus perkawinan anak. Perkawinan anak ini terjadi antara Bintang (bukan nama sebenarnya) Laki-Laki, dengan umur 17 tahun yang berasal dari Desa Lendang Nangka Utara, Lombok Timur dan Bunga (anonym) anak Perempuan, dengan umur 14 tahun dari Desa Mantang, Lombok Tengah. Saat ini, baik pemerintah desa maupun Kelompok Konstituen Lentera tengah berupaya untuk melakukan pembelasan (peleraian).
“Bagaimanapun juga perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan terhadap anak dan sebisa mungkin harus kita upayakan untuk mencegahnya”, tegas Lalu Andi selaku Kawil dan anggota Kelompok Konstutuen Lentera. (26/01)
Lalu Nur Khaidir Ahmad selaku Asisten Program Inklusi-LRC yang mendapatkan informasi tersebut langsung menuju ke Kantor Desa Lendang Nangka Utara untuk melakukan koordinasi dan asesmen awal untuk mengumpulkan informasi agar upaya pencegahan benar-benar serius dilakukan.
“Kasus perkawinan anak ini sudah kami sampaikan ke Kanit UPTD PPA, jadi kami masih menunggu informasi untuk tindak lanjutnya”, kata Lalu Nur Khaidir Ahmad. (26/01)
Perkawinan anak yang terjadi di Lendang Nangka Utara ini bukan kali pertama, di tahun 2023 terjadi dua kasus perkawinan anak. Yang satunya berhasil dilerai atas kerjasama Pemerintah Desa dan Kelompok Konstituen, sehingga sang anak berhasil dikembalikan ke sekolah. Sementara kasus lainnya tidak berhasil dilerai. Tantangan pada kasus yang baru-baru ini karena melibatkan dua kabupaten yang berbeda, sehingga harus ditemukan kesamaan pemahaman antara pemerintah desa untuk sama-sama mau melakukan peleraian.
“Ini kan bukan antar desa tapi antar kabupaten, jadi akan lebih sulit dilakukan peleraian jika tidak ada kesamaan pemahaman antara pemerintah desa yang satu dengan yang lain. Jadi untuk saat ini kawil Lendang Nangka Utara harus berkomunikasi terlebih dahulu dengan kawil di Mantang untuk menjelaskan permasalahanya. Kalau sudah sepakat melakukan peleraian kan enak nanti kawilnya sendiri yang datang untuk membawa si anak kembali ke rumah”, kata Yuliani selaku Kepala UPTD PPA Lombok Timur via telepon. (26/01)
 
Penulis Baiq Diat