Lombok Timur, 27 Maret 2024 – Kelompok Konstituen Desa Lendang Nangka Utara menjadi mitra pemerintah Desa yang aktif dalam melakukan penanganan sejumlah kasus sosial, termasuk kasus kekerasan akibat perkawinan anak dan KDRT. Dengan kerjasama kelompok konstituen dan pemerintah Desa, kasus perkawinan anak berhasil dilerai pada tahun 2023 lalu. Ini menunjukkan bahwa keberadaan kelompok konstituen bisa memberikan warna baru dalam pembangunan yang perannya juga diperhitungkan.
Melihat geliat Kelompok Konstituen (KK) “Lentera” yang aktif dalam pendampingan sejumlah kasus, Lombok Research Center dalam menjalankan Program INKLUSI bekerjasama dengan Pemerintah Desa Lendang Nangka Utara untuk melaksanakan kegiatan Pertemuan Penguatan Kelompok Konstituen (KK) Untuk Penerimaan Pengaduan, Penyediaan Layanan Komunitas, Advokasi Kebijakan dan Partisipasi Politik Tingkat Desa di Kabupaten Lombok Timur. Agenda tersebut dilaksanakan pada Rabu, 27 Maret 2024 yang dihadiri oleh semua unsur masyarakat di Desa Lendang Nangka Utara.
Sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Desa Lendang Nangka Utara, Hairun Badrun yang mewakili Kepala Desa, dalam sambutannya ia menyampaikan perlu ada lebih banyak lagi kegiatan sosialisasi mengingat beragamnya permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat, khususnya di Desa Lendang Nangka Utara. Diskusi semacam ini akan membuka jalan bagi masyarakat dan pemerintah Desa untuk membangun kerjasama dengan lebih banyak lembaga pemerintahan maupun stakeholder lainnya, sehingga akan dapat meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.
“Kami menginginkan ada lebih banyak agenda sosialisasi semacam ini di Desa, selain untuk membantu kami dalam menyelesaikan permasalahan sosial juga akan meningkatkan kapasitas SDM yang kita miliki”, kata Hairun Badrun dalam pidatonya.
Seperti disinggung di awal bahwa Desa Lendang Nangka Utara sebagai salah satu Desa dampingan LRC yang menunjukkan progres yang luar bisa dalam sejumlah penanganan kasus melalui Layanan Berbasis Komunitas (LBK) di dalam kelompok konsituen. Kata Baiq Titis Yulianty, Manajer Program INKLUSI, ini menunjukkan bahwa Desa Lendang Nangka Utara memiliki potensi yang luar biasa dan memiliki semangat yang sama untuk pembangunan Desa yang lebih baik.
“Beberapa kasus yang terjadi dapat diselesaikan dengan sangat baik oleh pemeritah desa, kawil maupun pengurus LBK di dalam KK. Beberapa kasus juga ada yang dirujuk ke dinas dan OPD, salah satunya UPTD PPA. Ini tentu merupakan modal yang besar bagi Desa Lendang Nangka Utara untuk menciptakan pembangunan yang lebih baik”, ujar Baiq Titis melanjutkan.
Ibu Fathiyah selaku Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan, DP3AKB Lombok Timur dalam materinya memaparan data kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kabupaten Lombok Timur. Sepanjang tahun 2019-2023 tercatat kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 411 kasus dan kasus kekerasan terhadap anak di Lombok Timur 686 kasus. Selama tahun 2023, terdapat sejumlah kecamatan dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tertinggi di Lombok Timur, antara lain Kecamatan Masbagik sebanyak 27 kasus, Sakra Timur 23 kasus, Jerowaru 19 kasus, Selong 18 kasus, Suralaga 16 kasus, Aikmel, 13 kasus dan Terara 11 kasus dan disusul kecamatan lainnya.
“Masalah dari kasus kekerasan ini adalah tidak semua orang berani dan mau melaporkan kasus kekerasan yang dialami atau diketahui, karena takut, menganggapnya sebagai aib, bahkan menyepelekanya. Tugas masyarakat yang hadir di sini dan kita semua adalah membuat masyarakat mau melaporkan kasus di sekitar mereka sebagai upaya pencegahan kekerasan”, kata Ibu Fathiyah.
Kekerasan anak akibat perkawinan anak juga banyak didiskusikan karena menjadi dilema khususnya bagi kawil. Diakui masalah perkawinan anak memang tidak hanya menjadi isu daerah namun isu nasional. Mengingat NTB masih menjadi provinsi dengan angka kekerasan tertinggi, Lalu Muhammad Isnaeni (Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial Lombok Timur) mengimbau agar tidak boleh ada lagi pembiaran perkawinan anak. Jika proses mediasi kasus perkawinan anak tidak bisa dilesaikan di tingkat lokal/Desa, maka pemerintah desa, kawil dan masyarakat bisa bekerjasama dengan UPTD PPA agar dilakukan intervensi.
“Mengapa regulasi sangat keras menentang tentang perkawinan anak, karena dampak buruk yang ditimbulkan lebih banyak. Sunting, KDRT, perceraian dan kematian ibu, itu masalah yang ditimbulkan. Terlebih kita sudah punya UU Perlindungan Anak dan UU TPKS, manfaatkan itu. Dan perlu diingat upaya ini semata-mata kita lakukan untuk menyelamatkan kehidupan anak bangsa”, kata Mamiq Is di akhir diskusi.
BQ. Diat*