Oleh: Maharani*
“Ayah, kalau gajian nanti kita langsung beli beras saja ya”, kata Istri saya sore itu. Informasi terbaru harga beras sudah tembus 19.000 rupiah per kilogramnya. Sore itu waktu menjelang magrib, saya memang agak terlambat pulang dari kantor. Maklum, sedang banyak menyelesaikan laporan dan beberapa rencana program yang akan dilaksanakan.
Dalam dua minggu terakhir harga beras terus naik, bahkan beberapa merk beras yang bagus (kelas Premium) sudah mulai langka di pasaran. Yang mengejutkan di beberapa media televisi Menteri Perdagangan menyarankan masyarakat untuk mengkonsumsi beras Bulog jika beras premium di pasaran langka.
Beras merupakan makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia. Konsumsi beras per kapita per tahun pada tahun 2020 cukup tinggi yaitu sebesar 98,05 kg/kapita/tahun dan diprediksi akan mengalami peningkatan pada tahun 2021 menjadi sebesar 98,41 kg/kapita/tahun (Kementerian Pertanian, 2021). Kebutuhan dan permintaan beras akan meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi padi. Beberapa Provinsi sebagai salah satu produsen padi di Indonesia harus mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan produksi padi termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB).
Fluktuasi produksi padi yang tidak stabil merupakan salah satu masalah dalam menjaga kestabilan stok pangan. Perubahan iklim mengancam sistem produksi tanaman dan oleh karena itu juga mengancam mata pencaharian dan ketahanan pangan untuk miliaran orang yang bergantung pada pertanian. Bukti menunjukkan bahwa populasi penduduk yang terpinggirkan akan menderita luar biasa akibat dampak perubahan iklim dibandingkan dengan populasi kaya, seperti negara-negara industri (IPCC 2007). Tidak hanya Negara-negara relatif miskin akan mengalami dampak lebih parah, tetapi juga mereka yang sering kekurangan sumber daya untuk menyiapkan dan mengatasi risiko perubahan lingkungan.
Pertanian adalah sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim karena ketergantungan tinggi pada iklim dan cuaca dan juga karena orang yang terlibat di sektor pertanian cenderung lebih miskin dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di kota. Pengaruh perubahan iklim khususnya terhadap sektor pertanian di Indonesia sudah terasa dan menjadi kenyataan. Perubahan ini diindikasikan antara lain oleh adanya bencana banjir, kekeringan (musim kemarau yang panjang) dan bergesernya musim hujan.
Dalam beberapa tahun terakhir ini pergeseran musim hujan menyebabkan bergesernya musim tanam dan panen komoditi pangan (padi, palawija dan sayuran). Sedangkan banjir dan kekeringan menyebabkan gagal tanam, gagal panen, dan bahkan menyebabkan puso. Di Indonesia, perubahan pola hujan mungkin adalah ancaman terbesar, karena begitu banyak petani mengandalkan langsung pada hujan untuk kegiatan pertanian dan mata pencahariannya, setiap perubahan curah hujan menyebabkan resiko besar.
Pertanian tadah hujan sangat rentan terhadap perubahan iklim, jika praktek bertani tetap tidak berubah. Suhu yang lebih tinggi akan menantang sistem pertanian. Tanaman sangat sensitif terhadap suhu tinggi selama tahap kritis seperti berbunga dan perkembangan benih. Seringkali dikombinasikan dengan kekeringan, suhu tinggi dapat menyebabkan bencana untuk lahan pertanian. Perubahan suhu dan kelembaban udara juga dapat memicu perkembangan dan ledakan hama dan penyakit tanaman.
Banjir dan kekeringan juga mempengaruhi produksi pertanian. Banjir dan kekeringan yang berkepanjangan akibat dari pengelolaan air yang tidak baik dan kapasitas yang rendah mengakibatkan penurunan produksi yang signifikan. Berdasarkan pada fakta tersebut, para ahli iklim berpendapat bahwa variasi iklim yang tidak beraturan itu sangat berkaitan dengan kejadian iklim ekstrim yakni ENSO (El Nino Southern Oscillation).
Misalnya, Boer dan Meinke (2002) mengemukakan bahwa di daerah monsoon seperti Jawa, Bali, NTB, NTT dan Sumatera bagian Selatan, bahwa pada musim-musim tertentu Osilasi Selatan berpengaruh kuat terhadap factor faktor iklim seperti hujan, perubahan penutupan awan yang mempengaruhi radiasi, suhu, penguapan dan kelembaban udara yang semuanya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Kejadian iklim ekstrim seperti El Nino dan La Nina di Indonesia berpengaruh terhadap perkembangan produksi tanaman pangan. Kuatnya pengaruh ENSO itu dapat dibuktikan dengan melihat kejadian kemarau panjang dan kekeringan di berbagai wilayah di Indonesia yang bertepatan dengan kejadian El Nino (Yasin et al., 2002). Masalah yang tidak dapat dihindarkan dalam produksi padi yaitu terdapat pengaruh iklim seperti fenomena El Niño dan La Nina. Kejadian El Niño merupakan fenomena iklim yang diikuti dengan penurunan curah hujan dan peningkatan suhu udara, sedangkan kejadian La Nina memicu kenaikan curah hujan di atas normal (Supari et al., 2018).
Fenomena alam El Niño dan La Nina ini mengakibatkan fluktuasi produksi padi. Kejadian iklim ekstrem akibat El Niño yang digambarkan dengan keadaan kekeringan mempunyai pengaruh yang signifikan pada tingkat kepercayaan 5% (Hidayati and Suryanto, 2015). Lahan yang teridentifikasi sebagai lahan rawan kekeringan berpotensi menurunkan produksi pertanian. Peristiwa El Niño tahun 2011 telah menyebabkan penurunan produksi padi dan jagung (Utami et al., 2011), dimana penurunan produksi jagung lebih besar dari produksi padi. Berbeda dengan El Niño, kejadian La Nina memberikan efek yang berbeda, dimana terjadi kenaikan produksi pada padi, sebaliknya penurunan produksi pada jagung (Utami et al., 2011).
Dilihat dari kondisi dilapangan, memang musim tanam padi pada tahun ini agak bergeser. Musim Tanam I tahun 2023/2024 (Rendeng) akan dimulai pada Desember 2023 yang lalu. Berbagai hal harus sudah disiapkan agar musim tanam tersebut bisa menghasilkan produksi padi yang lebih meningkat. Musim tanam I padi pada akhir tahun ini diperkirakan masih berpotensi terdampak El Nino. Pemerintah perlu mengantisipasinya agar musim tanam I padi dapat menghasilkan beras yang optimal. Selain ketersediaan benih dan pupuk, hujan buatan bisa menjadi opsi untuk menambah pasokan sumber air irigasi persawahan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan El Nino akan memuncak pada Oktober 2023 dan berakhir pada Maret 2024. Namun, musim kemarau akibat dampak fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal itu akan berakhir secara bertahap pada November 2023. Hal itu terjadi lantaran ada pergantian angin yang membawa uap air yang bakal memicu hujan pada November 2023.
Meski demikian, El Nino masih berpotensi memengaruhi musim tanam (MT) I padi di sejumlah daerah. Kementerian Pertanian memperkirakan awal MT I padi di sejumlah daerah lumbung beras akan dimulai pada November dan Desember 2023. Sementara di daerah daerah yang memiliki irigasi yang optimal MT I sudah berlangsung sejak awal Oktober 2023. Namun, daerah daerah seperti itu tidak banyak di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dampak Kenaikan Harga Beras pada Masyarakat
Permintaan pangan (beras) bersifat in-elastis, yang mengimplikasikan bahwa fluktuasi harga tidak akan mengakibatkan perubahan yang besar pada permintaan. Permintaan cenderung konstan antar waktu. Dalam jangka panjang, permintaan meningkat, terutama karena pertumbuhan populasi. Sementara itu, ketersediaan pangan penuh dengan ketidakpastian. Hal ini mendorong pemerintah melakukan intervensi dengan mewujudkan kebijakan ketahanan pangan.
Besarnya sumbangan harga beras dalam garis kemiskinan akan mengakibatkan jumlah individu yang sebelumnya di atas garis kemiskinan menjadi berada di bawah garis kemiskinan apabila terjadi kenaikan harga beras yang cukup tinggi. Harga komoditi beras di pasar tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh kekuatan permintaan (demand) atau kekuatan pasokan (supply) tentunya tidak akan sebegitu fluktuatif. Hal ini beralasan secara teori, mengingat karakter elastisitas harga dari komoditi strategik ini yang inelastis. Artinya seberapapun besar kenaikan tingkat harga beras di pasar, pengaruhnya tidak akan diikuti oleh persentase kenaikan yang linier (dalam jumlah yang sama) dari volume pembelian beras yang dilakukan oleh kalangan konsumen rumah tangga.
Dari aspek harga, jika harga gabah dan beras cukup menarik dan stabil, maka akan membuat petani percaya diri untuk melakukan investasi yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produksi. Petani akan membeli benih yang berkualitas dan pupuk berimbang. Petani juga akan merawat tanaman sebaik-baiknya dengan harapan akan dapat diperoleh hasil yang menguntungkan. Dalam hal ini Perum Bulog memberikan kontribusi nyata bagi upaya peningkatan kesejahteraan petani padi dengan memberikan jaminan harga yang layak bagi petani. Kebijakan harga ini merupakan salah satu faktor yang menentukan peningkatan produksi.
Dalam perkembangannya, masalah beras memang akan selalu merupakan salah satu masalah terpenting dalam perekonomian Indonesia. Bahkan lebih dari itu, maka segala masalah yang timbul baik dibidang harga, produksi dan penyediaan, konsumsi maupun impor akan selalu menyangkut kepentingan dan meminta perhatian berbagai pihak. Tentu saja keadaan tersebut harus mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah melalui kebijakannya terutama mengenai nasib petani dalam hal ini petani padi terlebih mengenai kebijakan yang menyangkut harga input dan output yang selalu menjadi permasalahan utama bagi petani.
Menurut Bank Dunia tingginya harga beras menjadi salah satu penyebab kenaikan jumlah penduduk miskin. Hingga saat ini kemiskinan tetap bertahan tinggi karena Indonesia belum mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia, sangat besar dan kompleks.
Melihat dinamika yang terjadi terkait dengan naiknya harga beras ini pun akan berpengaruh besar kepada masyarakat rentan. Yaitu lansia, perempuan kepala keluarga, disabilitas dan masyarakat miskin lainnya. Untuk itu pemerintah sudah seharusnya kembali fokus kepada bagaimana menstabilkan harga beras ini. Agar masyarakat rentan dan masyarakat secara umumnya mampu bertahan. Pemilihan umum (Pemilu) sudah dilaksanakan, pemerintah harus kembali bekerja untuk masyarakat banyak. Semoga dengan terobosan yang akan dilakukan oleh pemerintah dan datangnya musim panen bulan depan akan mempercepat stabilnya harga beras ini. Namun dengan tetap semua menikmati manfaatnya, petani menikmati manfaat di musim panen dan masyarakat banyakpun menikmati harga yang sepantasnya.
*Penulis adalah Peneliti Utama pada Lembaga Lombok Research Center