Keberadaan Kelompok Konstituen (KK) yang di dalamnya terdapat layanan berbasis komunitas memiliki salah satu fungsi yakni memberikan pelayanan dan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Oleh sebab itu, Lombok Research Center (LRC) terus melakukan penguatan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas Kelompok Konstituen yang terdapat di 15 desa dampingan di Lombok Timur.
Hari ini, 27 Februari 2024, LRC kembali melaksanakan kegiatan di salah satu desa dampingan, yakni Desa Teros, Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur. Kegiatan yang ditujukan untuk Kelompok Konstituen ini bertajuk Pertemuan Penguatan Kelompok Konstituen untuk Penerimaan Pengaduan, Penyediaan Layanan Komunitas, Advokasi Kebijakan dan Partisipasi Politik Tingkat Desa di Kabupaten Lombok Timur.
Pertemuan ini terlaksana di Desa Teros yang dihadiri oleh BPD, pemerintah desa, Bhabinkamtibmas, Babinsa, tokoh agama, tokoh masyarakat, kader dan pengurus Kelompok Konstituen setempat. Dalam kegiatan ini juga menghadirkan pemateri dari Dinas Sosial dan Dinas P3AKB Kab. Lombok Timur yang berbicara tentang mekanisme dan layanan bagi korban kekerasan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Kelompok Konstituen khususnya di Desa Teros dalam melakukan pendampingan bagi korban kasus kekerasan dan pelayanan bagi kelompok masyarakat rentan.
Direktur Lombok Research Center, Suherman dalam sambutannya menyebutkan dalam tiga tahun perjalanannya Kelompok Konstiuen (KK) telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat dan pembangunan. Artinya, KK telah menjadi mitra pemerintah desa dan pemerintah kebupaten dalam mengatasi persoalan maupun mengembangkan partisipasi masyarakat untuk melahirkan kebijakan yang inklusif.
“Berdasarkan catatan dan evaluasi di tahun kemarin, banyak keberhasilan yang dilakukan oleh teman-teman-teman KK, salah satunya adalah melakukan pencegahan perkawinan anak yang tidak hanya menjadi persoalan sosial di tingkat lokal namun nasional”, kata Suherman mengawali sambutannya.
Keberadaan KK sebagai ujung tombak dari Program INKLUSI juga diharapkan tidak hanya mampu mendampingi kasus atau persoalan masyarakat, tetapi juga harus mampu memberikan advokasi dan pencegahan terhadap kasus kekerasan. Kerjasama dan komunikasi dengan pemerintah dan lembaga lain harus tetap ditingkatkan agar seluruh masyarakat memiliki persepsi yang sama untuk mencegah segala bentuk kekerasan.
Menurut penuturan Kepala Desa Teros yang juga hadir dalam kegiatan tersebut, ia menyampaikan bahwa salah satu kasus yang sering ditemukan adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kemiskinan dan komunikasi yang tidak terjalin dengan baik. KDRT jika dibiarkan dapat memicu potensi masalah lainnya, misalnya penelantaran anak. Oleh sebab itu, kebaradaan KK harus terus dipromosikan sebab mereka yang akan bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Keberadaan KK ini harus tetap diberdayakan, tidak hanya untuk mendampingi kasus yang ada tetapi bagaimana KK juga bisa memberikan edukasi kepada masyarakat agar kekerasan itu dapat dicegah”, kata H. Ahmad Syafi’I selaku PJS. Kepala Desa Teros.
Sementara itu, H. Ahmat selaku Kepala Dinas P3AKB Lombok Timur dalam materinya menyampaikan beberapa hal terkait beberapa faktor yang melahirkan kekerasan terhadap perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya. Beberapa di antaranya ialah, pemahaman patriarkis, kemiskinan, ketergatungan terhadap pornografi, narkoba, depresi dan gangguan kejiwaan. Dari catatan DP3AKB Lotim, hingga akhir 2023 tercatat sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 163 kasus dan kekerasan terhadap anak sejumlah 41 kasus.
“Data ini sekilas terlihat sedikit, bahkan turun dari tahun sebelumnya. Namun kasus kekerasan ini ibarat gunung es, yang tidak terlapor itu ada banyak sekali. Jadi ini yang akan kita usahakan, bagaimana agar korban kekerasan yang tidak terdata ini bisa mengakses layanan pengaduan dan mendapatkan perlindungan”, kata H. Ahmat.
Pemahaman masyarakat tentang kekerasan juga belum komprehensip, artinya yang dianggap kekerasan oleh sebagian besar masyarakat adalah kekerasan fisik dan seksual. Jarang sekali ada masyarakat yang melaporkan kekerasan mental dan verbal, padahal itu juga termasuk sebagai bentuk kekerasan. Hal ini disampaikan oleh H. Suroto selaku Kepala Dinas Sosial Lombok Timur, sehingga ia berharap ada lebih banyak sosialisasi semacam ini yang dilakukan di tingkat desa.
“Kebanyakan laporan kekerasan yang masuk di dinas sosial itu kasus kekerasan fisik dan seksual, jarang sekali ada yang melaporkan kekerasan psikologis dan verbal, padahal saya yakin itu lebih sering terjadi”, ungkap H. Suroto.
Salah satu permasalahan yang juga sering terjadi dalam pengaduan kasus kekerasna maupun kasus lainnya, yakni klien atau korban tidak memiliki administrasi kependudukan. Akibarnya, kasus yang ada tidak bisa diteruskan atau terhambat karena rekomendasi dari pekerja sosial tidak bisa diterbitkan dan pada akhirnya intervensi tidak bisa dilakukan.
“Kasus kekerasan ini kan sering menimpa kelompok rentan, jadi sebelum mengajukan pengaduan, klien atau korban harus dipastikan memiliki administrasi kependudukan. Makanya, peran pemerintah desa sangat diperlukan, kalau ada kelompok rentan yang belum memiliki adminduk, silakan desa bersurat ke Dinas Dukcapil, mereka punya banyak program seperti Yanling (Layanan Adminduk Keliling) dan Tuak Manis (Tuntas Adminduk untuk Masyarakat Marginal dan Disabilitas)”, kata L. M. Isnaeni (Kabid Rehabilitasi Sosial, Dinsos Lotim menambahkan.
Selain meningkatkan mekanisme layanan dan perlindungan untuk mencegah kekerasan, pemerintah, lembaga, maupun kelompok yang ada di masyaraat harus mampu mengoptimalkan implementasi regulasi yang sudah ada. LRC telah berkolaborasi dengan pemerintah daerah dalam menerbitkan sebuah regulasi yang inklusif di tingkat kabupaten yakni Perda Tentang Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Disabilitas, Perempuan dan Anak di Kabupaten Lombok Timur. Begitu juga dengan adanya Perdes Pencegahan Perkawinan Anak yang sudah disahkan di 254 desa/kelurahan di Lombok Timur sebagai upaya pencegahan kekerasan terhadap anak.
“Regulasinya sudah ada, LRC tahun 2023 menerbitkan Perda Inklusif ada juga Perdes Pencegahan Perkawinan Anak di tiap desa. Jadi, mari ini yang kita fokuskan implementasinya”, kata Ibu Fahthiyah (Kabid PP DP3AKB Lotim) sesaat sebelum kegiatan berakhir.
*Baiq Diat