Lombok Timur, 07 Mei 2024 – Universitas Hamzanwadi secara resmi membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS), bertempat di Gedung Rektorat Universitas Hamzanwadi pada Senin, 6 Mei 2024. Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, di antaranya DP3AP2KB NTB, UPTD PPA Provinsi NTB, Unit PPA Polres Lombok Timur, UPTD PPA Lombok Timur serta civitas akademika Universitas Hamzanwadi.
Hadir dalam kegiatan ini, Rektor Universitas Hamzanwadi, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd menyampaikan bahwa pembentukan Satgas PPKS ini sebagai komitmen untuk mengatasi kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi secara menyeluruh dan berkelanjutan.
“Tujuan dari peluncuran Satgas PPKS ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus serta masyarakat sekitar”, kata Ummi Rohmi dalam pidatonya.
Tugas Satgas PPKS tidak hanya mencakup pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual, namun juga melaksanakan tugas pendampingan korban, edukasi, sosialisasi serta terlibat dalam penyusunan kebijakan. Dengan begitu, semua civitas kampus digarapkan memiliki kesadaran penuh untuk melawan segala bentuk kekerasan. Agar tercipta lingkungan kampus yang aman, inklusif dan belandaskan kesetaraan gender.
“Karena itu, keberadaan Satgas PPKS, Universitas Hamzanwadi berharap dapat menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif, dan berwawasan gender”, katanya melanjutkan.
Ia juga berharap Satgas PPKS yang telah dibentuk menjadi garda terdepan dalam memberikan keberpihakan terhadap korban kasus kekerasan. Karena selama ini banyak di antara korban kekerasan seksual yang takut melapor karena stereotip yang sering menyalahkan korban, adanya ancaman dan menganggap kasus kekerasan seksual sebagai aib.
“Satgas PPKS Universitas Hamzanwadi diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan seksual”, ungkapnya.
Melansir dari laman Komnas Perempuan, Catatan Tahunan (CATAHU) 2023 mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2023 sebanyak 289.111 kasus. Terjadi penurunan laporan kasus kekerasan dari 345.031 kasus di tahun 2022. Namun, Komnas Perempuan menganggap bahwa data tersebut layaknya fenomena gunung es, bisa jadi jumlah kasus yang tidak terlapor lebih banyak. Di sisi lain, pengalaman korban untuk mendapatkan perlindungan dan pemulihan pasca kekerasan juga masih jauh dari harapan.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengungkapkan kasus kekerasan seksual paling banyak terjadi di perguruan tinggi. Berdasarkan catatan survei Kemendikbud Ristek hingga pertengahan tahun 2023, terjadi 65 kasus kekerasan seksual. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran dan mekanisme penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Sebenanarnya sudah banyak regulasi yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kasus kekerasan, khususnya di Lombok Timur, di antaranya Perda No 9 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Korban Perdagangan Orang Dan Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak, Perda NO 77 Tahun 2023 Tentang Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, Perempuan Dan Anak, Perbup Nomor 41 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak dan Perbup 40 Tahun 2023 Tentang Pedoman Layanan Perlindungan Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan.
Telah disahkan juga SK Bupati Nomor 188.45/359/ORG/2023 Tentang Standar Operasional Prosedur UPTD PPA Kabupaten Lombok Timur. Tujuannya untuk memudahkan pelayanan bagi korban kekerasan, karena rumitnya proses pelaporan juga terkadang membuat masyarakat malas untuk melapor. Kurangnya informasi terkait layanan kasus kekerasan menjadi catatan penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Dibutuhkan sinergi semua pihak untuk mewujudkan Lombok Timur bebas kekerasan. Pemerintah/OPD, DPRD, lembaga pendidikan, media dan masyarakat harus memiliki persepsi yang sama untuk melawan segala jenis kekerasan dan berani bersuara. Melalui pembangunan inklusif yang berlandaskan pada kesetaraan dan inklusi sosial akan mampu menghapuskan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan, anak dan disabilitas. Dari pembangunan inklusif akan lahir regulasi yang adil dan berpihak pada kelompok masyarakat rentan, khususnya dalam mencegah kekerasan dan memberikan perlindungan sosial.
BQ.Diat*
SATGAS PPKS Universitas Hamzanwadi: Komitmen NWDI Wujudkan KAMPUS AMAN Tanpa Kekerasan Seksual
![](https://lumbunginovasi.id/wp-content/uploads/2024/05/NWDI-2.jpg)