Diskusi Kampung: Memperkuat Keterlibatan Masyarakat Rentan Dalam Pembangunan Desa

Lombok Timur, 13 Mei 2024 – Kasus kekerasan dan kasus perlindungan sosial salah satunya disebabkan karena pembangunan yang tidak inklusif. Pembangunan yang tidak berlandaskan pada kesetaraan dan keadilan akan menimbulkan ketimpangan sosial. Untuk itu, dibutuhkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya sebagai acuan kebijakan pemerintah. Kelompok masyarakat rentan seperti perempuan, lansia, anak, disabilitas dan masyarakat miskin jarang memiliki kesempatan untuk bersuara karena tidak ada wadah yang memfasilitasinya.
 
Masih dalam rangka pelaksanaan Program INKLSUSI, Yayasan BaKTI dan Lombok Research Center (LRC) menggelar kegiatan Diskusi Kampung di salah satu desa dampingan yakni Desa Kertasari, Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur. Dalam Diskusi Kampung yang terlaksana Sabtu, 11 Mei 2024 dihadiri oleh pemerintah desa, anggota kelompok konstituen, perempuan, lansia dan disabilitas setempat.
 
Tujuannya adalah untuk meningkatkan partisipasi semua unsur masyarakat dalam menyuarakan pendapat demi kemajuan pembangunan di desa. Sebagaimana disampaikan oleh Koordinator Program INKLUSI-LRC, Baiq Titis Yulianty, keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat secara fisik, yang tak kalah penting adalah partisipasi masyarakat secara politis dalam menentukan arah kebijakan juga menjadi indikasi keberhasilan pembangunan secara sosial.
 
“Keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari fisik saja, tetapi juga sejauh mana pendapat masyarakat bisa memengaruhi kebijakan pemerintah”, kata Baiq Titis.
 
Kembali ke tujuan awal pembentukan kelompok konstituen yakni sebagai wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan sebagai sarana pengaduan. Keberadaan kelompok konstituen sangat diperlukan agar suara masyarakat memiliki kekuatan dan mewakili masyarakat secara keseluruhan. Adanya diskusi atau musyawarah di tingkat desa dengan melibatkan kelompok rentan, tidak hanya hanya menjadikan mereka sebagai pelengkap tetapi mereka harus diberikan kesempatan untuk memberikan pendapatnya.
 
“Jangan sampai ketika ada musyawarah khusus perempuan, lansia dan disabiltas, mereka hanya sebagai pelengkap saja. Tetapi mereka yang hadir di sana harus diberikan kesempatan untuk bersuara”, kata Baiq Titis lagi.
 
Menanggapi hal itu, ketua kelompok konstituen desa Kertasari, Rizal Sakroni menyampaikan bahwa salah satu tujuan dari pembangunan yang digalakkan oleh pemerintah desa berfokus pada kesejahteraan kelompok masyarakat rentan. Kata dia, Pemdes Kertasari melalui 3 persen biaya operasional desa dari APBDes, sebanyak 30 persennya dialokasikan untuk kerentanan sosial.
 
“Jadi, 30 persen dari 3 persen itu sudah digunakan untuk menanggulangi masalah kerentanan sosial, termasuk di dalamnya perempuan, lansia, anak dan disabilitas”, kata Rizal.
 
Sebenarnya sudah banyak yang dilakukan oleh pemerintah desa Kertasari untuk mendukung perlindungan sosial bagi kelompok masyarakat rentan, termasuk melakukan kerjasama dengan stakeholders (DPRD) dan pihak lain. Namun, harus ada peningkatkan pemahaman bagi masyarakat terkait akses layanan publik yang berkualitas agar terbangunnya kepercayaan diri dalam melakukan advokasi serta pencatatan pengaduan kasus sesuai dengan format dan mekanisme pengaduan.

*Bq. Diat/Red