Lombok Timur – Lombok Research Center (LRC) memfasilitasi kegiatan Mentoring dan Teknikal Asisten Layanan Inklusif Pada UPTD PPA Kabupaten Lombok Timur dengan tema “Pertemuan Koordinasi Lintas Sektor Dalam Pencegahan dan Penanganan Korban Kekerasan, Rabu 3 Juli 2024. Dalam kegiatan ini hadir Koordinator Program INKLUSI-LRC, perwakilan Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Dinas Kesehatan, Dinas P3AKB, UPTD PPA, PPA Polres, Kejaksaan Lombok Timur, dan perwakilan Satgas PPKS UGR.
Dibuka oleh Koordinator Program INKLUSI-LRC, Baiq Titis Yulianty, menerangkan pertemuan lintas sektoral bertujuan agar semua OPD, lembaga pendidikan, dan lembaga masyarakat dapat bekerjasama terkait mekanisme sharing data kasus kekerasan perempuan dan anak di Lombok Timur. Dengan begitu, data kasus kekerasan perempuan dan anak terpusat di UPTD PPA dan terupdate dalam SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak). Karena selama ini data yang dimiliki oleh dinas maupun lembaga pendidikan belum terintegrasi sehingga data yang tercatat di UPTD PPA Lombok Timur belum sesuai dengan jumlah data yang sebenarnya di lapangan.
“Kami berharap setelah kegiatan ini terjalin kerjasama yang baik antara semua dinas, kepolisian, kampus dan lembaga lainnya, khususnya dalam mekanisme sharing data tentang kekerasan perempuan dan anak. Sebab data menjadi hal yang paling dasar dalam melakukan perencanaan pembangunan ke depannya”, kata Baiq Titis.
Hadir dalam kegiatan ini Kepala UPTD PP, Yuliani, SST., M.Kes menyampaikan selama ini UPTD PPA Lombok Timur baru memiliki data terintegrasi dengan beberapa lembaga pemerintah, seperti Dinas Kesehatan dan Kepolisian. Data yang terintegrasi antar dinas ini sangat penting untuk mengetahui jumlah besaran kasus kekerasan yang terjadi. Sehingga, intervensi kasus yang terjadi dapat dilakukan secara efektif serta membantu pemerintah untuk membuat perencanaan maupun program yang lebih spesifik dalam perlindungan perempuan dan anak.
“Untuk saat ini data kita yang sinkron baru dengan Dinas Kesehatan dan Kepolisian, kita belum sinkron dengan Dikbud, Kemenag, perguruan tinggi dan lembagai lainnya. Kami hanya ingin melihat besaran kasusnya berapa agar memudahkan kami untuk melakukan perencanaan terkait program-program ke depan. Kalaupun kasusnya sudah terlesaikan di tingkat sekolah atau keluarga itu tidak masalah, tetapi minimal di tingkat aplikasi terlaporkan”, kata Yuliani.
Sementara itu, Kepala Seksi Pendidikan Diniyah Pontren Kemenag Lombok Timur, H. Hasanuddin terkait maraknya kasus kekerasan yang terjadi di pondok pesantren, ia telah membentuk Pokja Pembinaan dan Pengawasan Pondok Pesantren. Pokja ini terdiri dari pengawas, kepala seksi dan stakeholder di bidang pendidikan dalam internal pondok pesantren. Katanya, ini untuk mengetahui titik masalah dari kasus kekerasan yang akan memudahkan dalam melakukan pembenahan, standarisasi asrama dan standarisasi rekrutmen pembina pengasuh pondok pesantren.
Terakhir, ia menyampaikan Kemenag akan menindak tegas pondok pesantren yang terbukti melakukan kekerasan fisik maupun seksual terhadap peserta didik sebagai sanksi untuk memberikan efek jera. “Sampai hari ini ponpes yang kena kasus itu BOS-nya tidak kita rekomendasikan dan sudah sampai sejauh itu tindakan yang kami lakukan agar memberikan efek jera”, ungkap Hasanuddin dalam pertemuan tersebut.