Kasus perkawinan usia anak menjadi salah satu permasalahan sosial yang menjadi tantangan pembangunan untuk terus diupayakan solusi pencegahan dan penanganannya. Diperlukan upaya kolaboratif semua pihak untuk mengatasi praktik perkawianan anak dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Praktik perkawinan anak dapat menghambat pembangunan di berbagai bidang, termasuk pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mencegah perkawinan anak, salah satunya dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak negatif perkawinan anak.
“Perkawinan anak adalah ujung tombak semua permasalahan, stunting, kemiskinan, penyimpangan pergaulan adalah contoh masalah yang ditimbulkan. Kita akan menuju Indonesia emas di tahun 2030, jadi kalau mau kualitas SDM kita bagus di masa mendatang, salah satunya kita harus bisa mengentaskan masalah perkawinan anak”
Hal tersebut disampaikan oleh Judan Putrabaya selaku Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lombok Timur saat menjadi narasumber acara Talkshow yang diinisiasi oleh Karang Taruna Desa Masbagik Utara Baru pada 28 Desember 2023 yang lalu. Selain dari LPA, narasumber yang dihadirkan adalah Lalu Malik Hidayat selaku tokoh adat, dan Urwahun Farida dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, dan dari Pemdes Masbagik Utara Baru. Sedangkan bertindak sebagai moderator dalam acara itu adalah Baiq Titis Yulianty dari Lombok Research Center (LRC).
Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Kantor Desa Masbagik Utara Baru itu mengangkat tema “Stop Perkawinan Anak untuk Wujudkan Generasi Muda yang Berprestasi Menuju Masbagik Utara Baru yang Gemilang”. Sebelumnya, Desa Masbagik Utara Baru merupakan salah satu dari 239 desa di Kabupaten Lombok Timur yang telah memiliki regulasi dalam bentuk Peraturan Desa tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak. Kegiatan yang dilaksanakan pada (28/12) tersebut juga merupakan komitmen desa dalam mendukung kebijakan daerah yang telah tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) Lombok Timur No. 41 Tahun 2020 tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak.
Tantangan Implementasi Kebijakan Daerah
Pada akhir 2023 ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerjasama dengan UNICEF mengumumkan bahwa Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi provinsi dengan jumlah perkawinan anak tertinggi di Indonesia sebesar 16,7 persen. Masih maraknya kasus perkawinan usia anak menjadi tantangan pembangunan bagi Kabupaten Lombok Timur yang menurut BPS (2022) memiliki jumlah penduduk 1,3 juta jiwa lebih dan predikat Kabupaten Layak Anak Pratama yang disandangnya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Lombok Timur, hingga Nopember 2023, tercatat 1.048 jumlah perempuan hamil di bawah usia 19 tahun dan tidak memiliki akta nikah. “Dari tiga Puskesmas yang di Kecamatan Masbagik, tercatat 114 ibu hamil di bawah umur, 3 orang di Puskesmas Masbagik Baru, 11 orang di Puskesmas Masbagik dan paling banyak di Puskesmas Lendang Nangka sebanyak 90 orang. Dari satu kecamatan saja sudah menyumbang sebanyak 10 persen. Dan rata-rata mereka tidak memiliki akta nikah atau mencapai 16,7 persen”, kata Urwahun, Pegelola Program Kesehatan Remaja Dikes Lotim.
Masih menurut Urwahun, angka-angka tersebut hanya merupakan data yang dikumpulkan dari puskesmas dan belum termasuk data dari rumah sakit. Tingginya angka perkawinan anak di Lombok Timur disebabkan oleh tiga hal, yakni ekonomi, persepsi budaya yang salah dan kehamilan yang tidak diinginkan. Sehingga menurutnya perlu ada kolaborasi dan penguatan terutama di lingkungan pendidikan dan pengoptimalan posyandu keluarga, lanjut Urwahun.
Artinya, kebijakan pemerintah daerah dan regulasi di tingkat lokal yang ada saat ini masih belum maksimal dalam menurunkan angka perkawinan anak. “Permasalahan perkawinan anak ini harus dipahami sebagai masalah bersama, kita sudah punya perdes tentang perlindungaan sosial juga perdes tentang pencegahan perkawinan anak. Jadi, agar regulasi bisa diimplementasikan dengan baik, maka kita butuh dukungan semua pihak”, ujar M. Zainul Kirom, selaku Sekretaris Desa Masbagik Utara baru sekaligus sabagai salah satu narasumber. Pemerintah desa tentunya sangat berharap bahwa dengan dilaksanakannya kegiatan talkshow ini menjadi momentum upaya kolaboratif untuk melakukan pencegahan perkawinan anak di Lombok Timur, khususnya di Desa Masbagik Utara Baru.
Meskipun semua desa yang ada di Kabupaten Lombok Timur telah memiliki regulasi/kebijakan lokal dalam upaya melakukan pencegahan perkawinan anak namun, di satu sisi masih adanya salah kaprah mengenai pemahaman konsep perkawinan adalam adat dan budaya masyarakat Sasak selama ini menjadi salah satu tantangan dalam implementasi kebijakan lokal tersebut. Hal ini disampaikan oleh L. Malik Hidayat ketika menyampaikan pandangannya terkait implementasi adat Sasak yang selama ini seringkali dianggap sebagai “penyebab” tingginya angka perkawinan anak di pulao Lombok.
“Perlu diketahui bahwa adat yang ada tidak pernah bertentangan dengan hukum agama maupun hukum positif. Dalam adat Sasak sangat boleh dilakukan pembelasan (pemisahan) jika ada yang menikah di bawah umur. Makanya ada istilah “nyelabar” (komunikasi antar keluarga calon mempelai), jadi jika dalam proses nyelabar orangtua perempuan tidak setuju maka wajib hukumnya anak perempuan tersebut dikembalikan, dan hal tersebut bukan aib sama sekali, sebab telah sesuai dengan proses adat yang berlaku”, kata mamiq Dayat, panggilan akrab dari L. Malik Hidayat.
Kolaborasi Lintas Sektor untuk Pencegahan Perkawinan Usia Anak
Perkawinan usia anak merupakan salah satu isu penting yang perlu ditangani secara serius. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), angka perkawinan anak di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 9,32%. Angka ini masih jauh dari target pemerintah yang sebesar 6,94% pada tahun 2030.
Perkawinan usia anak memiliki dampak yang sangat besar bagi anak, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Anak yang menikah di usia dini rentan mengalami berbagai masalah kesehatan, seperti stunting, anemia, dan komplikasi kehamilan dan persalinan. Selain itu, anak yang menikah di usia dini juga rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, putus sekolah, dan kemiskinan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya yang serius untuk mencegah perkawinan usia anak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui kolaborasi lintas sektor. Kolaborasi lintas sektor perlu terus ditingkatkan untuk mencapai target penurunan angka perkawinan usia anak di Indonesia. Dengan bekerja sama secara sinergis, berbagai pihak dapat memberikan dampak yang lebih besar dalam upaya untuk melindungi anak dari perkawinan usia dini.
Penulis : Baiq Diat
Kolaborasi Pencegahan Perkawinan Anak di Desa Masbagik Utara Baru
![](https://lumbunginovasi.id/wp-content/uploads/2023/12/MUB-1.jpg)