Selasa, 4 Mei 2024, Pemerintah Desa Lendang Nangka Utara menggelar kegiatan Kick Off Program Berani II Kabupaten Lombok Timur Penandatanganan Komitmen Bersama “Pencegahan Perkawinan Anak” dan Layanan Integrasi Perlindungan Anak “Gawe Gubuk”. Kegiatan ini diinisiasi oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB bekerjasama dengan UNICEF. Hadir juga dalam kegiatan Pj. Bupati Lombok Timur, Ketua LPA NTB, Kepala Dinas Sosial, Kepala Dinas Dukcapil, DP2A3KB, DP3AKB, UPTD PPA, Camat Masbagik, Tim Penggerak PKK dan Kepala Desa ( Lendang Nangka Utara, Lendang Nangka, Desa Paok Motong, Jurit, dan Aikdewa)
Program Berani II – Better Reproductive Health and Rights For All In Indonesia (kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi yang lebih baik untuk semua) akan menjadi pilot project di lima desa Lombok Timur; Paok Motong, Lendang Nangka, Lendang Nangka Utara, Jurit, dan Aik Dewa. Tujuan program ini untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat melalui mekanisme turun langsung ke desa-desa dengan melibatkan dinas terkait yang memberikan layanan publik.
Program ini juga merupakan upaya kolaboratif yang melibatkan OPD Lombok Timur. Sehingga, layanan ini bersifat terintegrasi dan dilakukan secara bergotong royong dengan menghadirkan layanan OPD secara langsung di desa. Tujuannya untuk memudahkan masyarakat mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya seperti bantuan sosial, pengaduan kasus kekerasan, layanan adminduk, pemenuhan gizi, dan sosialisasi pencegahan perkawinan anak.
Ketua LPA NTB, Sukran Hasan dalam sambutanya menyampaikan Program BERANI II ini merupakan bagian dari penghapusan kekerasan perempuan berbasis gender. Terlebih mengingat NTB menempati posisi puncak kasus perkawinan anak secara nasinonal mencapai 17,32 persen tahun 2023. Khusus di Lombok Timur angka perkawinan anak sebesar 21,09 persen (2023) dan menjadi nomor dua se-NTB. Ia melanjutkan, tingginya angka perkawinan anak di NTB berbanding lurus dengan stunting dan masalah sosial lainnya.
“Bisa dikatakan NTB darurat merarik kodek (perkawinan anak). Angka perkawinan anak yang tinggi akan menimbulkan KDRT, stunting, kematian ibu dan anak, kemiskinan dan masalah sosial lainnya”, kata Sukran Hasan.
Pemerintah sebenarnya sudah menerbitkan Perda, Pergub hingga Perdes yang berkaitan dengan pencegahan perkawinan. Namun yang menjadi persoalan adalah kecenderungan regulasi tingkat desa seperti Perdes yang jarang disosialisasikan. Karena itu, Sukran Hasan berharap regulasi yang sudah dilahirkan harus diperkuat dengan sosialisasi oleh pemerintah desa.
Hadir juga dalam acara, Fauzia Firdanisa dari perwakilan UNICEF Indonesia. Ia menyampaikan hingga tahun 2022, Program BERANI II telah menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan kasus perkawinan anak sebesar 20-50 persen di Kabupaten Sulawesi Selatan dan Kabupaten Bone. Untuk itu, dilakukan replikasi program serupa di sejumlah kabupaten yang lain sekaligus mengejar target nasional 6 persen penurunan perkawinan anak.
“Penghapusan perkawinan anak tengah menjadi prioritas dalam RPJMN dan nasional menargetkan 6 persen penurunan angka perkawinan anak, jadi ini juga yang sedang kita kejar”, ungkap Fauzia.
Di lokasi yang sama, Drs. H.M Juaini Taofik., M.AP selaku Pj. Bupati Lombok Timur dalam pidatonya menekankan bahwa pencegahan perkawinan anak bukan berarti melarang pernikahan, sebagaimana sering disalahpahami di dalam masyarakat. Pencegahan perkawinan anak adalah upaya untuk mengatur usia pernikahan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah yakni 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.
“Perlu dipahami bahwa kita bukan melarang terjadinya pernikahan, tetapi usianya yang kita atur. Jadi, ini harus menjadi pemahaman dan kesepakatan semua unsur masyarakat, tokoh agama dan tokoh masyarakat”, katanya.
Sebelum dilanjutkan dengan penandantangan komitmen, ia berpesan untuk mecapai kesuksesan harus dilakukan melalui kolaborasi satu sama lain, baik OPD, DPRD, lembaga pendidikan, NGO dan masyarakat harus bisa bersinergi. Ia juga berharap agar dinas-dinas pemerintahan mampu membuat kebijakan anggaran yang lebih pro untuk mengentaskan permasalahan yang bersifat pokok/prioritas. Serta bisa menghadirkan lebih banyak program yang menyentuh grass root (mendasar), karena keberhasilan dari suatu program ditentukan dari sosialisasi yang dilakukan, seperti apa implementasinya dan manfaatnya untuk masyarakat.
Red/Bq. Diat*