Lombok Timur, 14 Agustus 2024 – Sebagai upaya pencegahan kekerasan, peningkatan kapasitas dan membentuk pola kerjasama antar pemerintah daerah dan lembaga masyarakat dalam penghapusan kekerasan di Lombok Timur, Program INKLUSI, Yayasan BaKTI dan LRC melaksanakan Pertemuan Koordinasi “Bedah Kasus” Untuk Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Lombok Timur di Aula Pertemuan Lesehan Elen, Selong, Lombok Timur. Agenda ini dihadiri oleh Direktur LRC, Kepala DP3AKB Lombok Timur, Kepala UPTD PPA Lombok Timur, Kepala UPTD Dikbud, UPTD KB, Kepala Puskesmas (Kecamatan Masbagik, Sikur, Aikmel dan Labuhan Haji), kepala desa dan kelompok konstiuen di 15 desa dampingan LRC pada Rabu, 14 Agustus 2024.
Direktur LRC, Suherman menyampaikan kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi tantangan dalam pembangunan, karena itu dibutuhkan kerjasama multisektoral untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di dalam lingkungan keluarga, sosial, pendidikan, dan fasilitas publik. Lombok Research Center (LRC) sebagai mitra pemerintah daerah dalam implementasi Program INKLUSI terus menggencarkan upaya penghapusan kekerasan terhadap dan anak dan perempuan melalui program maupun membentuk jejaring dengan institusi lain.
“Butuh upaya kerjasama dalam pencegahan dan penangan kasus kekerasan, hari ini kami hadirkan stakeholder di berbagai sektor agar semua bisa melaksanakan tugas secara optimal dan berkualitas terkait pencegahan kekerasan di Lombok Timur ke depannya”, ungkap Suherman.
Kepala UPTD PPA, Hj. Yuliani, SST, M.Kes sebagai narasumber membeberkan kasus kekerasan terhadap anak (KtA) mencapai 162 kasus dan 41 kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP). KtA di tahun 2023 didominasi kasus perkawinan anak sebanyak 62 kasus terlapor. Kasus kekerasan terhadap anak tertinggi terjadi di Kecamatan Masbagik dan Sakra Timur masing-masing 20 kasus. Sementara Ktp di tahun 2023 sebanyak 41 kasus dan paling banyak terjadi di Jerowaru sebanyak 7 kasus. KtP 2023 didominasi kasus KDRT sebanyak 16 kasus.
Masih kata Yuliani, hingga Juli 2024 terlapor KtA sebanyak 106 kasus, tertinggi terjadi di Kecamatan Selong sebanyak 10 kasus dan Aikmel sebanyak 9 kasus. Sementara KtP hingga Juli 2024 terlapor 61 kasus dengan kasus paling banyak terjadi di Kecamatan Peringggabaya sebanyak 10 kasus dan Jerowaru 9 kasus.
“Perkawinan anak sebuah permasalahan yang sangat rumit karena melibatkan pemdes, kawil, keluarga. Padahal kalau merujuk UU TPKS, siapapun yang menikahkan anak di bawah umur karena alasan budaya ata agama akan dikenakan denda 200 juta dan kurungan 9 tahun. Tetapi sampai saat ini kita belum bisa menegakkan Undang-undang itu, di setiap desa juga telah menerbitkan perdes pencegahan perkawinan anak, tapi tetap saja masalah ini terjadi hingga saat ini”, kata Yuliani.
“62 kasus perkawinan anak di tahun 2023 itu dari kasus terlapor, tapi ketika kita kumpulkan data di Dinas Kesehatan, tercatat 1.114 ibu hamil di bawah umur 18 tahun. Ini artinya kita belum maksimal melakukan pencegahan perkawinan anak”, kata Yuliani lagi.
Dalam kegiatan tersebut terdapat sesi bedah kasus, Dimana peserta dibagi ke dalam enam kelompok yang berisi semua anggota berbagai instansi. Setiap kelompok diberikan contoh kasus kekerasan, kemudian setiap anggota kelompok melakukan diskusi terkait proses penyelesaian kasus, pendampingan korban dan mekanisme pelaporan serta mekanisme pelibatan lembaga/dinas terkait dalam penanganan sebuah kasus kekerasan.