Lombok Timur, NTB – Dalam rangka memperkuat peran kelompok konstituen dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Program INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif), Yayasan BaKTI dan Lombok Research Center (LRC) mengadakan kegiatan Pertemuan Penguatan Kelompok Konstituen di Aula Pertemuan Lesehan Elen, Selong, Lombok Timur, Senin (3/6/2024). Kegiatan ini dihadiri oleh anggota kelompok konstituen dari kecamatan Labuhan Haji dan Sikur.
Meskipun Lombok Timur menyandang predikat sebagai kabupaten layak anak, ironisnya daerah ini juga memiliki angka perkawinan anak tertinggi kedua di NTB, yaitu 21,09% di tahun 2023 (LPA, 2023). Ditambah lagi, hingga April 2024, sudah dilaporkan 14 kasus KDRT dan 28 kasus kekerasan seksual di Lombok Timur.
Melihat situasi ini, LRC sebagai mitra pemerintah daerah dalam pembangunan inklusif di Lombok Timur, menjadikan isu penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai salah satu fokus utama. Salah satu materi dalam kegiatan penguatan ini adalah tentang mekanisme pencegahan dan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang disampaikan oleh Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Lombok Timur, Ibu Yuliani.
Direktur Lombok Research Center (LRC), Suherman, menyampaikan bahwa peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi perhatian serius, baik secara global maupun nasional. Kekerasan ini tidak hanya terjadi di ranah publik, tetapi juga merambah ke dunia maya seiring perkembangan teknologi. Oleh karena itu, kegiatan penguatan ini diharapkan dapat membantu kelompok konstituen dalam melakukan pencegahan kekerasan, mengetahui mekanisme pelaporan, dan pendampingan terhadap korban.
“Diharapkan setelah pelatihan ini, kelompok konstituen dapat mengetahui apa itu kekerasan, apa saja jenisnya, bagaimana mekanisme pelaporan dan pendampingan terhadap korban kasus kekerasan,” kata Suherman.
Ibu Yuliani, S.ST selaku Kepala UPTD PPA Lombok Timur menegaskan, respon cepat dari masyarakat sangatlah penting agar korban segera mendapatkan penanganan dari layanan yang disediakan oleh pemerintah. Hal ini bertujuan untuk penegakan hukum dan pemberdayaan korban, serta mencegah kasus berlarut-larut dan menimbulkan trauma bagi korban.
“Tugas kelompok konstituen adalah membantu memaksimalkan kerja pemerintah untuk menyampaikan kepada masyarakat dan memberikan pemahaman tentang pencegahan kekerasan melalui kegiatan kelompok yang ada di masing-masing desa,” kata Ibu Yuliani.
Lebih lanjut, Ibu Yuliani juga menjelaskan bahwa kasus kekerasan akibat perkawinan anak masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Berbagai regulasi seperti UU TPKS dan peraturan desa tentang pencegahan perkawinan anak belum mampu menekan angka perkawinan anak. Hal ini dikarenakan belum optimalnya sosialisasi dan implementasi aturan, serta masih kuatnya anggapan di masyarakat bahwa perkawinan anak adalah hal yang wajar.
“Masalahnya ada dua, ada kasusnya tapi tidak ada yang berani melapor atau ada yang mau melapor tetapi tidak punya bukti. Jadi, kalau bapak dan ibu menemukan kasus perkawinan anak, silakan difoto atau divideokan sebagai bukti kemudian laporkan ke kami, biar kami yang bantu meneruskan laporannya,” kata Ibu Yuliani kepada peserta.
Kegiatan penguatan kelompok konstituen ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kapasitas mereka dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dengan demikian, diharapkan angka kekerasan di Lombok Timur dapat ditekan dan tercipta lingkungan yang aman dan inklusif bagi semua.