Lombok Timur, 10/10/2024 – Yayasan BaKTI melalui Program INKLUSI gelar pertemuan lintas daerah dengan seluruh mitra di tujuh Kabupaten/Kota dalam Pelatihan Penyedia Layanan pada UPTD PPA dan Manajemen Kasus. Kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan pengurus UPTD PPA dari Kabupaten Kupang, Kabupaten Maros, Kota Kendari, Kabupaten Tana Toraja, Kota Ambon, Kota Pare-Pare dan Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini diselenggarakan selama tiga hari dari 9-11 Oktober di Puri Al Bahrah, Selong, Lombok Timur.
Mewakili Pejabat Bupati Lombok Timur, dr. Hj. Shofiyati Jamila, A.M.Kes, selaku Asisten III Sekretaris Daerah Lombok Timur menanggapi tingginya kasus kekerasan seksual di Lombok Timur membutuhkan lebih banyak perhatian dan komitmen dari pemerintah maupun lembaga masyarakat. Untuk itu, ia sangat mengapresiasi kegiatan peningkatan kapasitas UPTD PPA dalam pendampingan dan manajemen kasus, serta berharap semakin banyak lagi kasus kekerasan yang terungkap, karena semakin banyak kasus terlapor maka, semakin banyak pula kasus kekerasan yang ditangani.
“Saya yakin data kasus kekerasan yang terlaporkan saat ini bukan jumlah sebenarnya. Beberapa faktor masyarakat tidak melaporkan kasus kekerasan, pertama karena ketidaktahuan dan masih menganggap kasus kekerasan (seksual) sebagai hal memalukan. Karena itu, kita harus bisa mendorong agar masyarakat berani melapor”, kata Shofiyati.
Hadir juga Kepala Dinas P3AKB Lombok Timur, H. Ahmat A, S.Kep., MM., selaku narasumber dalam kegiatan, ia menyoroti kasus kekerasan terhadap anak di Lombok Timur yang masih banyak terjadi dalam bentuk perkawinan anak. Menurut data yang dikumpulkan oleh UPTD PPA Lombok Timur tahun 2024 kasus perkawinan berjumlah hampir 70 kasus hingga akhir 2023.
Padahal secara prestasi, Lombok Timur tahun 2024 mendapatkan predikat sebagai Kabupaten Layak Anak. Di sisi lain, dari 245 desa/kelurahan, sejumlah 13 desa di Lombok Timur memiliki predikat sebagai Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Pemerintah daerah Lombok Timur juga telah mengimbau semua sekolah baik negeri dan swasta untuk mendeklarasikan sekolah ramah anak. Tentu saja, ini menjadi pertanyaan besar, sejauh mana komitmen pemerintah dalam mengatasi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan?
“Tidak seperti kasus pelanggaran hukum lainnya, kasus perkawinan anak belum menjadi fokus kita. Padahal sudah jelas kasus perkawinan anak diatur di dalam Undang-Undang. Inilah pentingnya adanya NGO, komunitas masyarakat, penguatan kader posyandu dan Satgas di sekolah-sekolah untuk melakukan sosialisasi dan membentuk pemahaman masyarakat”, kata Ahmat saat menyampaikan materi.

Di tempat yang sama, Lusia Palulungan selaku Program Manajer INKLUSI-BaKTI fokus pada isu gender dan dukungan hukum dengan perempuan. Menurutnya, hambatan dari lahirnya kebijakan responsif gender dan inklusif karena kerja sama multipihak yang belum optimal. Ditambah lagi paradigma pembuat kebijakan/stakeholders yang tidak inklusif akan memengaruhi lahirnya kebijakan dan mekanisme penanganan kasus kekerasan yang tidak responsif gender.
“Kami sengaja mengambil UPTD PPA Kabupaten Lombok Timur sebagai percontohan karena banyaknya laporan kasus kekerasan yang masuk, secara penduduk dan wilayah yang memiliki jangkuan yang luas dan PPA Lotim sejauh ini sudah optimal melakukan kolaborasi dengan pihak lain dalam pencegahan maupun penanganan kasus”, ujar Lusi.
Setelah pemaparan materi oleh narasumber, seluruh peserta melakukan kunjungan ke kantor UPTD PPA Lombok Timur didampingi oleh Kepala UPTD PPA, Ibu Hj. Yuliani, SST, M.Kes. Dalam kunjungan tersebut semua peserta diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab terkait pengalaman UPTD PPA Lotim dalam melakukan penjangkauan dan penanganan kasus.