PERKUAT PERAN BPD, LRC GELAR MENTORING DAN PENDAMPINGAN TEKNIS IMPLEMENTASI DESA INKLUSIF DI LOMBOK TIMUR

Lombok Timur, 10 Juli 2024 – Salah satu fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 110 Tahun 2016 adalah membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa. Fungsi BPD ini sangat penting untuk dimaksimalkan dalam upaya mewujudkan pembangunan yang inklusif di desa melalui regulasi atau kebijakan yang juga inklusif.
 
Untuk itu melalui Program INKLUSI, Lombok Research Center (LRC) melaksanakan penguatan bagi anggota BPD yang ada di 15 desa dampingannya pada hari Rabu (10/07/2024) di Selong, Lombok Timur. Selain dua orang perwakilan dari BPD, hadir juga pada saat itu adalah Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lombok Timur sebagai narasumber.
 
Direktur LRC Suherman dalam sambutannya memberikan penekanan terkait dengan proses atau tahapan yang harus dilalui oleh untuk menghasilkan suatu kebijakan yang inklusif. “Karena dari pengalaman kami mendampingi desa dalam melahirkan perdes, seringkali proses ataupun tahapan tersebut terlewati. Ini penting untuk menyesuaikan regulasi yang akan dilahirkan dengan kebutuhan masyarakat”, ujar Suherman.
 
Lebih lanjut lagi Suherman menjelaskan dalam mewujudkan pembangunan inklusif harus ada kolaborasi pemerintah desa dan peran BPD. Kegiatan ini menghadirkan anggota BPD di 15 desa dampingan karena BPD memiliki peran dalam membahas dan mengesahakan rancangan peraturan desa. Sehingga, salah satu tujuan pertemuan ini adalah untuk mendampingi BDP dalam melahirkan regulasi di desa agar sesuai dengan mekanisme yang berlaku agar regulasi yang dihasilkan bersifat ideal dan mampu menjawab permasalahan masyarakat.
 
Senada dengan yang disampaikan oleh Koordinator Program INKLUSI-LRC, Baiq Titis Yulianty, kegiatan Mentoring Implementasi Desa Inklusif ini masih menjadi bagian dari Program INKLUSI. Pembangunan inklusif akan tercipta ketika suatu desa memiliki peraturan inklusif. Peraturan inklusif itu selama proses dan tahapan yang dilalui melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan memiliki subtansi untuk melindungi dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
 
“Dari pendekatan yang kami lakukan di desa, BPD menjadi salah satu poin penting dalam mewujudkan desa inklusif. Kami berharap setelah kegiatan ini, ada perdes inisiatif yang muncul dari bapak ibu yang hadir di sini”, kata Baiq Titis.

Baiq Titis Yulianty, Koordinator Program INKLUSI-LRC

Di tempat yang sama, Assairul Kabir dari DPMD Lombok Timur mengkritisi beberapa desa dalam melahirkan perdes, sering kali berbeda antara masalah dengan regulasi yang dihasilkan sehingga belum mampu menjawab tantangan masyarakat. Ia juga mengungkapkan selama ini keberadaan BPD di sejumlah desa belum banyak dilibatkan dalam pembangunan. Padahal, sebagai lembaga legislatif di desa, setiap regulasi dan rencana pengaanggaran harus melibatkan BPD.
 
“Kalau BPD berbicara terkait mekanisme, tahapan dan regulasi undang-undang saya yakin sudah hapal semua. Tetapi dalam praktiknya masih kurang sehingga perlu kekuatan kelembagaan. Harapan saya teman-teman BPD ini tetap disuarakan agar masyarakat terakomodir dalam pembangunan sesuai dengan kebutuhannya”, kata Assairul Kabir.
 
Masih kata Assairul Kabir, di beberapa desa sering kali ditemukan peraturan desa yang sudah dibuat tetapi tidak melalui pembahasan dan kesepakatan bersama. Sehingga, aturan, program atau perencanaan di desa tidak mampu menjawab permasalahan masyarakat. Pelibataan masyarakat khususnya yang menjadi substansi dalam sebuah peraturan sangat penting karena mereka yang paling memahami kebutuhannya.
 
“Makanya, banyak perdes yang sudah dibuat tapi ditolak karena banyak pihak yang tidak dilibatkan. Jadi, kalau kita ingin membuat perdes tentang potensi pertanian berarti yang harus diundang para petani karena mereka yang paling paham kebutuhannya. Begitu juga dalam membuat regulasi tentang kesenian, yang harus diundang ya orang-orang pelaku seni itu”, ujarnya sebelum diskusi berakhir.