Lombok Timur, 3/12/2025 – Di tengah berbagai tantangan sosial yang membayangi Nusa Tenggara Barat (NTB)—mulai dari kemiskinan ekstrem, tingginya angka putus sekolah, hingga kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak—tiga lembaga di daerah ini mengambil langkah berbeda. Tanpa banyak seremoni, Lombok Research Center (LRC), LKKS NTB, dan BAZNAS NTB sepakat menyatukan kekuatan untuk menciptakan program pendidikan yang lebih berkeadilan. Kolaborasi itu diwujudkan melalui peluncuran Beasiswa Tunas Negeri, sebuah skema bantuan yang diproyeksikan menjadi fondasi baru bagi pembangunan sumber daya manusia di NTB.
Peluncuran tersebut dilakukan dalam workshop bertema “Pendidikan dan Ekonomi Inklusif untuk Penurunan Kemiskinan Ekstrem dan Kekerasan Berbasis Gender di NTB”, Rabu, 3 Desember 2025, di Desa Lendang Nangka, Lombok Timur. Suasana pertemuan berlangsung lugas, menunjukkan kesadaran kolektif bahwa NTB sedang bergerak dalam situasi yang menuntut langkah cepat dan terukur.
Angkanya jelas. Per Maret 2025, 11,78 persen penduduk NTB masih berada di bawah garis kemiskinan. Dari jumlah itu, 2,04 persen hidup dalam kemiskinan ekstrem—dengan Lombok Timur dan Lombok Utara menjadi episentrum persoalan. Sementara itu, sepanjang 2024 terdapat 976 laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Tingkat perkawinan anak yang mencapai 14,96 persen menambah daftar persoalan yang membutuhkan penanganan lintas sektor.
Menurut Direktur LRC, akar persoalan ini saling berkaitan. Kemiskinan membatasi akses pendidikan, sementara keterbatasan pendidikan memperbesar kerentanan sosial. Polanya membentuk lingkaran yang terus berulang, terlebih di wilayah pedesaan. “Upaya pemutusan siklus ini harus simultan: pendidikan diperkuat, ekonomi diperluas, perlindungan sosial diperketat,” ujarnya dalam forum.
Di situlah kolaborasi multipihak ini menemukan relevansinya. LRC membawa basis riset dan pengalaman lapangan. LKKS NTB menghadirkan jaringan perlindungan sosial dari tingkat kabupaten hingga desa. BAZNAS NTB menyediakan dukungan pembiayaan berbasis zakat, yang selama ini menjadi salah satu instrumen paling efektif bagi keluarga pra-sejahtera.

Ketua Umum LKKS NTB, Hj. Sinta Agathia Soedjoko M. Iqbal, menekankan pentingnya pendidikan sebagai alat pencegahan kekerasan sejak dini. Sementara Ketua BAZNAS NTB, Dr. Lalu Muhammad Iqbal Murad, MA., menegaskan bahwa zakat harus diarahkan pada program jangka panjang, bukan hanya bantuan sesaat.
Beasiswa Tunas Negeri lahir dari kesepahaman itu. Program ini tidak hanya membiayai kebutuhan sekolah, tetapi juga memfasilitasi pendampingan sosial, akses literasi, serta dukungan bagi anak-anak penyandang disabilitas dan keluarga miskin ekstrem. Sasaran utamanya adalah pelajar berprestasi di desa-desa dampingan program inklusi LRC—mereka yang kerap terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.
Di luar beasiswa, kolaborasi ini juga menyiapkan skema pembiayaan mikro tanpa bunga bagi perempuan dan penyandang disabilitas. Namun inti dari keseluruhan program tetap sama: menjadikan pendidikan sebagai pintu masuk untuk memperbaiki struktur sosial NTB.
Melalui Tunas Negeri, tiga lembaga ini mengirim pesan yang tegas: perubahan tidak harus menunggu kebijakan besar, tetapi dapat dimulai dari inisiatif bersama yang berdampak langsung pada anak-anak yang paling membutuhkan. Jika langkah ini berlanjut dan diperluas, NTB berpeluang menumbuhkan generasi baru yang lebih bebas dari siklus kemiskinan dan kekerasan—generasi yang kelak menjadi tunas masa depan negeri.
